MAKALAH
LEASING
KELOMPOK 8
MUHAMMAD NAWIR
FITRIANI MUIN
MUH. TAKDIR
STIM YAPIM MAROS 2015-2016
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan kasih karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kami penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah yang berisi materi “LEASING"ini diperbuat dengan tujuan memenuhi pengerjaan tugas makalah mata kuliah Manajemen bank dan lembaga keuangan lainnya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terbatas dan jauh dari sempurna. Namun demikian, kami telah berusaha dan bekerja keras demi terselesainya makalah ini, dan supaya makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun maupun bagi para pembaca. Saya juga menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa ada dorongan dan dukungan serta bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak, terutama kepada Ibu dosen SARNAWIAH, SE,M.Si. Terimakasih setulus-tulusnya kami sampaikan kepada kedua Orangtua kami, yang dengan penuh kasih sayang telah membimbing kami dan memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada kami. Dan kami juga menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari saudara-saudara pembaca.
Demikian makalah ini dapat kami perbuat. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Atas perhatian dari saudara-saudara, kami ucapkan terimakasih.
Maros, Desember 2015
Penulis
kelompok 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat disangkal, kebutuhan akan sesuatu dari tahun ketahun meningkat, demi tewujudnya kebutuhan tersebut diperlukan biaya atau modal dalam bentuk moneter (uang) ataupun berupa barang. Hal ini merupakan peluang besar bagi pelaku usaha dibidang Leasing (pembiayaan) secara kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan proses yang mudah serta mengiurkan, banyak masyarakat yang ”bermain” dalam hal ini. Tak dipungkiri hampir seluruh lapisan masyarakat pernah berurusan dalam Leasing khususnya dalam pengadaan kendaraan bermotor atau barang-barang lain.
Masalah timbul akibat dari tidak terpenenuhinya point-point kesepakatan dalam perjajian tersebut. Tidak terlunasinya kredit merupakan masalah yang paling sering dijumpai yang berujung dengan penarikan oleh pihak Leasing oleh Debt Collector baik secara halus atau kasar yang dalam artianya tindak ditempat alias “dijemput paksa”. Hal ini menjadi problema karena cara tersebut berbenturan dengan peraturan perundang-undangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dipaparkan adalah :
Apa pengertian dari leasing ?
Apa Ciri-ciri serta jenis leasing ?
Apa elemen-elemen dari leasing
Landasan Hukum apakah leasing itu ?
Bagaimana tata cara dalam leasing?
Bagaimana dengan masalah leasing serta hal-hal yang terkait dengan permasalahan leasing itu sendiri ?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui :
Penjelasan mengenai pengertian leasing.
Penjelasan mengenai ciri-ciri serta jenis dari leasing.
Penjelasan mengenai elemen-elemen leasing.
Penjelasan mengenai landasan hukum apa yang digunakan oleh leasing
Bagaimana tata cara leasing.
Pembahasan mengenai masalah yang timbul dari leasing.
D. Kegunaan Makalah
Manfaat yang diharapkan dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Bagi penulis, karya ilmiah ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir serta meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.
Bagi masyarakat, diharapkan akan melengkapi keilmuan bagi kemajuan dan pengembangan dimasa yang akan datang.
E. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunkan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan konprehensif. Data teoretis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analitis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoritis
1. Pengertian Leasing
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena dasarnya artinya memang sewa- menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa. Kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-kadang disebut saja sebagai lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”
Leasing (Sewa Guna Usaha/SGU) menurut KMK No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep-1221MK/2/1974, No. 321MISKI 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing” menyatakan:
“Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.”
Pihak utama dalam leasing, ada beberapa pihak yang terlibat dala perjanjian lease, yaitu sebagai berikut ;
a. Pihak perusahaan sewa guna usaha (Lessor) adalah perusahan atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam bentuk barang modal.
b. Perusahaan penyewa (Lesse) adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
c. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lesse dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
2. Ciri-Ciri dan Jenis Leasing
Ciri – ciri adalah sebagai berikut ;
a. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda lease tersebut.
b. Hak milik benda lease ada pada leasor
c. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda – benda yang digunakan dalam suatu perusahaan.
Jenis dari leasing meliputi ;
a. Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu ;
1) Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
2) Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
b. Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
c. Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
d. Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
e. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.
3. Elemen-Elemen Leasing
Elemen-elemen dari suatu leasing adalah sebagai berikut ;
a. Suatu pembiayaan perusahan
Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan
Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian. Bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang belum tentu untuk kegiatan usaha.
b. Penyediaan barang modal
Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan dipergunakan oeh lessee umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang, peralatan kantor seperti computer, mesin foto copy, kendaraan bermotor dan sebagainya.
c. Keterbatasan jangka waktu
Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka waktu yang terbatas. Sehingga , apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini belumlah di katakana leasing. Melainkan sewa menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut. Misalnya pada saat itu kepada lessee diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan membeli barang tersebut pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap menyewa,ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.
d. Pembayaran kembali secara berkala
Karena lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada pihak penjual/supplier,maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Besarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan angsuran pembayaran ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang itu sendiri sebagai angunanya.
e. Hak opsi untuk membeli barang modal
Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk membeli barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu pula, juga merupakan salah satu unsur dari leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak (bukan kewajiban) kepada lessee untuk apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang bersangkutan. Sungguhpun diakui pula bahwa tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini. Karena ada juga jenis leasing yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan harus menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak lessornya di akhir masa leasing. Tetapi ada juga leasing yang justru memberi hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa leasing tanpa perlu memberikan hak opsinya.
f. Nilai Sisa (Residu)
Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing.
4. Landasan Hukum Leasing
a. Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha leasing.
c. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d. Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang ;
1) Tata cara perizinan
2) Pembatasan usaha
3) Pembukuan
4) Tingkat suku bunga
5) Perpajakan
6) Pengawasan dan pembinaan
e. Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.
5. Tata Cara Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut ;
a. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
c. Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
d. Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
e. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
f. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
g. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada supplier.
h. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
i. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah dditentukan dalam kontrak lease.
Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain ;
1) Nama dan alamat lease
2) Jenis barang modal yang diinginkan
3) Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4) Syarat – syarat pembayaran
5) Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6) Biaya – biaya yang dikenakan
7) Sangsi – sangsi apabila lesse ingkar janji
Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee) akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama.
B. Pembahasan
1. Permasalahan yang Timbul dari Leasing
a. Penagihan atau penyitaan oleh debt collector
Penyitaan Paksa Barang Oleh Debt Collector Melanggar Hukum
Tindakan debt collector yang menyita paksa barang, misalnya menyita sepeda motor yang menunggak kredit atau menyita barang-barang di dalam rumah karena belum dapat melunasi hutang pada bank, merupakan perbuatan melanggar hukum. Tindakan menyita secara paksa itu ibaratnya menutup lubang masalah dengan masalah – menyelesaikan pelanggaran hukum dengan melanggar hukum yang lebih berat.
Seorang debitur yang belum mampu membayar lunas hutangnya (misalnya cicilan kredit sepeda motor yang sudah jatuh tempo) adalah suatu pelanggaran hukum, yaitu melanggar perjanjian. Dalam hal demikian kreditur (dealer sepeda motor) mempunyai hak untuk menyita barang yang telah diserahkan kepada debitur (pembeli sepeda motor) dengan alasan wanprestasi. Atas alasan tersebut biasanya kreditur mengutus debt collector-nya untuk menyita barang, jika tidak berhasil menagih hutang. Suatu hubungan hutang-piutang antara debitur-kreditur (penjual dan pembeli, atau penerima kredit dan bank) umumnya diawali dengan perjanjian. Seorang pembeli sepeda motor secara kredit adalah debitur yang melakukan perjanjian jual-beli dengan dealernya sebagai kreditur.
Jika debitur wanprestasi tidak melaksanakan kewajibannya melunasi kredit maka berdasarkan alasan syarat batal kreditur dapat membatalkan perjanjian. Dengan batalnya perjanjian maka kreditur dapat menarik kembali barang-barang yang telah diserahkannya kepada debitur.
Namun pembatalan itu tidak serta merta dapat dilakukan oleh kreditur. Pembatalan perjanjian itu harus dinyatakan oleh putusan pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan maka tidak ada pembatalan, dan tanpa pembatalan maka kreditur tidak dapat menyita barang yang telah diterima oleh debitur melalui debt collector-nya. Jikapun kreditur tetap memaksakan diri melakukan penyitaan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum.
Karena tindakan menyita paksa barang oleh kreditur dan debt collector-nya adalah pelanggaran hukum maka tindakan itu dapat berindikasi tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP) – mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan hukum. Atas pelanggaran hukum tersebut, pembeli sepeda motor berhak melaporkannya kepada polisi.
Selain pencurian kreditur dan debt collector-nya juga dapat diancam tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan kalau sudah emosional dan sudah dapat membayangkan tindak pidana yang yang lebih kejam lagi jika sang debt collector telah berlagak menjadi jagoan yang gampang main pukul.
b. Peraturan Perpajakan Mengenai Leasing (SGU) yang Saling Bersebrangan
Di Indonesia, perpajakan atas leasing diatur dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991 bertentangan dengan UU PPh pasal 11 yang berlaku saat ini (UU PPh No 36 tahun 2008): ”masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan; Hal ini melandasi SE-10/PJ.42/1994 membuat pengelompokan harta untuk depresiasi tidak sesaui UU PPh pasal 11 dimana ;
· Golongan I mempunyai manfaat 4 tahun
· Golongan II mempunyai masa manfaat > 4 sd 8 tahun
· Golongan III mempunyai manfaat > 8 tahun
Keputusan Menteri Keuangan yang menjadi dasar dari Surat Edaran tersebut adalah ”Keputusan Menteri Keuangan tahun 1991, jadi dasar hukumnya adalah UU PPh sebelum diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1994 dimana pasal 11 menyatkan pengelompokkan aset sebagai berikut:
· Bukan bangunan
o Kelompok 1 mempunyai manfaat 4 tahun
o Kelompok 2 mempunyai manfaat 8 tahun
o Kelompok 3 mempunyai manfaat 16 tahun
o Kelompok 4 mempunyai manfaat 20 tahun
· Bangunan
o Permanen mempunyai manfaat 20 tahun
o Tidak Permanen mempunyai manfaat 10 tahun
c. Akibat lesse menggunakan hak opsinya
Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha. Penggunaan hak opsi pada akhir jangka waktu dalam perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) disebut juga sebagai Finance Leasing.
Sebelumnya, harus dipastikan bahwa Kegiatan Leasing tersebut masuk ke dalam kriteria yang digolongkan sebagai Finance Leasing apabila memenuhi semua kriteria sebagai berikut ;
1) jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
2) masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
3) perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Pelaksanaan atas hak opsi ;
1) Dalam hal Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal, maka pembelian dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha. Dasar penyusutan untuk opsi membeli adalah nilai sisa barang modal;
2) Dalam hal Lessee menggunakan hakuntuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan, akan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha.
Akibat hukum penggunaan hak opsi dalam akhir jangka waktu masa leasing ;
1) Beralihnya kepemilikan dari barang modal yang disewa-guna-usaha-kan dari Lessor ke Lessee
2) Perlakuan perpajakan, yaitu:
a) selama masa sewa-guna-usaha, Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
b) setelah Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, Lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
c) pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut selama memenuhi kriteria sebagai Finance Leasing;
d) dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam kriteria Finance Leasing, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha;
e) Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
d. Perbedaan Leasing (SGU) dengan Penjualan Kredit dan Angsuran
Perbedaan Leasing dengan penjualan kredit dan angsuran biasa adalah dalam penjualan kredit dan angsuran hanya terdapat 2 pihak yaitu penjual (supplier) dan pembeli (yang mengangsur/mencicil pembayaran kepada supplier). Maka konsuekensi pajaknya hanyalah antara 2 pihak tersebut. Atas barang modal yang dijual terutang objek PPN, Sedangkan laba penjualan (harga jual – harga pokok pembelian) masuk ke PPh badan supplier.
Sedangkan pada leasing (SGU) terdapat 3 pihak ;
1) lessor (biasanya bank atau lembaga keuangan lain yang memberi dana pada lessee untuk memperoleh aset/barang modal yang di-leasing-kan)
2) lessee (yang menggunakan aset/barang modal yang di-leasing-kan)
3) supplier (yang menjual/menyediakan aset/barang modal)
Sehingga di sini terdapat 2 objek pajak yaitu ;
1) Jasa pembiayaan, biasanya berupa imbalan bunga, dari lessor ke lessee (objek pajak yang dibebaskan PPN dan PPh 23)
2) Barang modal yang dijual dari supplier ke lessse (objek pajak PPN sedangkan laba penjualan masuk ke PPh badan supplier)
Terdapat dampak perpajakan yang lain yaitu siapakah yang berhak mendepresiasi aset karena pada umumnya kepemilikan aset (dokumen legalnya) masih dimilki oleh lessor. Karena perbedaan konsuekensi pajak inilah, maka merangsang penyelundupan pajak (tax evasion). Misalnya leasing disamarkan menjadi penjualan kredit agar lessor terhindar dari konsuekensi pemajakan. Atau penjualan kredit agar penjual bisa membukukan pendapatan hanya sebesar imbalan bunga saja.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita ketahui pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha: Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu: Lesse, Lesso, Supplier, dan Perusahaan Asuransi
DAFTAR PUSTAKA
· http://www.centroone.com/news/2012/1y/leasing-paling-banyak-kecewakan-konsumen/
· http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/04/leasing-sewa-guna-usaha-pengertian.html
EmoticonEmoticon