AQIDAH DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
OLEH
KELOMPOK 2
STIM YAPIM MAROS
2016
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
AQIDAH
Secara
etimologis (lughat), aqidah berakar kata dari
kata aqada-ya’qidu-aqdan-aqidatan.Aqdan berarti simpul,
ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti
keyakinan,[1], mengingat,
menyimpulkan, menggabungkan.[2].
Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam islam adalah aqidah atau
keyakinan secara etimologik, aqidah berarti Credo, keyakinan hidup, dan secara
khusus aqidah berarti kepercayaan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan
diamalkan dengan perbuatan,[3]. Menurut Arifin Zainal Dzamaris, aqidah istilah
suatu yang dianut oleh manusia dan diyakini apakah berwujud agama atau
lainnya.[4]. Aqidah Islam berawal dari keyakinan
kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat,
sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan
dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.
Aqidah bagaikan pondasi bangunan. Aqidah harus
dirancang dan dibangun terlebih dahulu sebelum merancang dan membangun bagian
yang lain. Kualitas pondasi yang dibangun akan berpengaruh terhadap kualitas
bangunan yang ditegakkan. Bangunan yang ingin dibangun itu sendiri adalah Islam
yang sempurna (kamil), menyeluruh (syamil), dan
benar (shahih). Aqidah merupakan misi dakwah yang
dibawa oleh Rasul Allah Swt yang pertama sampai dengan yang terakhir. Aqidah tidak
berubah-ubah karena pergantian zaman dan tempat, atau karena perbedaan golongan
atau masyarakat. Allah berfirman dalam Surah Asy Syura/ 42: 13, yang artinya:
"Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad)
dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu
tegakkanlah agama (keimanan dan ketaqwaan) dan janganlah kamu berselisih di
dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang
kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Ia kehendaki kepada agama
tauhid dan memberi petujuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali
(kepada-Nya)".(Q.S. Asy Syura [42]: 13).
Akidah adalah sumber energi jiwa yang senantiasa memberikan kita kekuatan
untuk bergerak menyemai kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam zaman
kehidupan. Atau bergerak mencegah kejahatan, kebatilan dan kerusakan
dipermukaan bumi. Akidah adalah gelora yang memberi inspirasi kepada
pikiran-pikiran kita untuk mempertajam bashirah (mata batin). Akidah
adalah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita untuk "taqwa". Akidah
adalah bekal yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita untuk melahirkan "harakah". Akidah
menentramkan perasaan, menguatkan tekad dan menggerakkan raga kita. Akidah
mengubah individu menjadi baik, dan kebaikan individu menjalar dalam kehidupan
masyarakat, maka masyarakat menjadi erat dan dekat. Dengan akidah, yang
kaya diantara mereka menjadi dermawan, yang miskin diantara mereka adalah"iffah" (menjaga
kehormatan dan harga diri), yang berkuasa diantara mereka adalah adil, yang
ulama diantara mereka adalah taqwa, yang kuat diantara mereka adalah penyayang,
yang pintar diantara mereka adalah rendah hati, yang bodoh diantara mereka
adalah pembelajar.
B.
AQIDAH
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
Perlu dipahami bahwa dakwah Rasulullah Saw. selama di
Mekkah ditujukan untuk menguatkan akidah. Ini menghasilkan kualitas keimanan
yang sempurna yang ditunjukan oleh rasulul dan para sahabat. Pada saat itu,
belum diturunkan aturan hukum-hukum lain yang mengatur kehidupan pribadi dan
bermasyarakat, seperti mu'amalah, puasa dan sebagainya. Bahkan
salat pun diturunkan Allah Swt.kepada Rasul Saw. menjelang hijrah ke
Madinah. Disini disadari bahwa peranan aqidah sangat penting dalam pembinaan
manusia dan masyarakat. Benar bahwa Rasul Saw. diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia, tetapi akhlak yang sempurna ini tidak akan dapat terwujud tanpa
disandarkan pada landasan aqidah yang mantap. Bila aqidahsudah
dapat diwujudkan dalam amal, maka dengan otomatis akhlak manusia pun akan dapat
mengikutinya.
Salah satu hal yang harus diketahui dalam mengkaji
aqidah adalah melakukan reinterpretasi terhadap makna syahadah.
Syahadah sendiri merupakan salah satu bagian dari rukun iman,
bahkan merupakan rukun iman yang pertama. Syahadahmenempati
kedudukan utama sebagai awal keislaman dan keimanan seseorang. Mengucapkan
kalimat tersebut menjadikan seseorang sebagai Muslim dan mempunyai
kewajiban-kewajiban yang sama dengan Muslim lainnya. Syahadah merupakan
pembatas (border) antara domain (wilayah) jahiliyah dengan domain Islam.
Bila seseorang tidak menganut Islam walaupun ia berpendidikan atau mempunyai
kedudukan tinggi, tetap saja orang tersebut tergolong dalam domain jahiliyah.
Sementara itu, bila seseorang telah berislam/ ber-syahadah walaupun
dia seorang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tidak berkuasa dan tidak
berkedudukan, tetap saja dia mempunyai nilai yang terhormat di sisi Allah Swt.
Pada konteks ini Rasulullah Saw. bersabda, " Siapa saja yang dalam
hidupnya pernah mengucapkan syahadah maka dia akan dimasukkan dalam
surga". Syahadah terdiri dari dua kategori, yaitu; syahadah
tauhid dan syahadah Rasul. Syahadah tauhid mengesakan
Allah Swt. sebagai satu-satunya Tuhan dan tidak ada tuhan lain yang
menyamai-Nya. Sementara syahadah Rasul berarti mengimani
Muhammad sebagai utusan Allah. Sedikitnya ada tiga makna yang harus dipahami dalam
syahadah yaitu:
1. Tasdiiqun bil qolbi
Yaitu syahadah yang harus dibenarkan dalam hati. Bila
unsur ini tidak dimiliki maka keraguan Islam akan muncul. Unsur ini merupakan
nilai terpenting dalam keimanan seseorang. Ada seorang sahabat Rasulullah yang bernama
Amer bin Yassar. Ia dikisahkan memiliki keteguhan iman luar biasa
sehingga harus disiksa oleh kaum kafir Quraisy kemudian secara tidak sadar
mengungkapkan kata-kata kekufuran karena kerasnya siksaan yang datang
kepadanya. Akhirnya hal itu diketahui oleh Rasullullah. Beliau membolehkannya
selama hatinya tidak membenarkannya. Ini membuktikan keimanan itu harus ada di
dalam qalbu seorang Muslim.
2.
Iqroorun bil lisan
Yaitu syahadah yang harus diucapkan atau diumumkan melalui
lisan/ ucapan. Syahadah ini menuntut pembuktian secara nyata tentang keislaman
kita kepada orang lain. Makanya bagi orang yang masuk Islam, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah dengan mengucapkan syahadah ini. Setelah itu
ia berhak menyandang gelar Muslim dan mempunyai kewajiban yang sama dengan
Muslim lainnya. Dengan syahadah ini, akan nampak perbedaan antara seorang
Muslim dengan non Muslim.
3.
Amalun bil arkan
Syahadah ini mengharuskan setiap Muslim mengaplikasikan syahadahnya dengan
amal ibadah secara nyata. Syahadah bukan sekadar diucapkan dan dibenarkan oleh
hati tapi sampai tingkat pelaksanaan hukum-hukum Allah baik berupa larangan
maupun perintah-Nya. Oleh sebab itu, bukan seorang Muslim yang benar jika ia
hanya sekadar bersyahadah saja, namun ia tidak beribadah sesuai perintah Allah
Swt. Pada tingkatan inilah seseorang dinilai sebagai Muslim sejati atau tidak.
Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana akidah memberi pengaruh dalam
kehidupan seorang Muslim? Berikut ini penulis uraikan bagaimana akidah menjadi
bingkai sekaligus kendali dalam setiap perilaku kaum Muslim.
1.
Berpandangan luas. Menurut al-Maududi,
orang yang memiliki aqidah benar tidak mungkin mempunyai
pandangan yang sempit karena dia percaya kepada Yang Menciptakan langit dan
bumi, Pemilik alam semesta, Pemilik barat dan timur, Pemberi rezeki dan
Pendidik makhluk. Dia tidak akan menemui sesuatu yang ganjil dalam alam
ini karena segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah milik Allah Swt.
Tidak ada sesuatu pun dalam alam ini yang dapat menghalangi dan membatasi rasa
cintanya dan kecenderungannya untuk memberi pertolongan kepada sesama manusia.
Bagaimanapun pandangan seperti ini tidak mungkin ada pada orang yang menganut
politeisme. Paham ini meyakini bahwa Allah Swt. mempunyai sifat serba
kekurangan dan terbatas seperti manusia.
2.
Melahirkan rasa bangga dan harga diri.
Orang yang memiliki aqidah benar akan merasa bangga sebagai
manusia dan mempunyai harga diri. Dia mengetahui Allah adalah Pemilik
sebenarnya dari segala kekuatan yang ada dalam alam ini, tidak ada yang memberi
manfaat dan mudarat kecuali Allah, tidak ada yang menghidup dan mematikan
kecuali Allah serta tidak ada yang memiliki hukum, kekuasaan dan kedaulatan
kecuali Allah. Oleh karena itu, keimanannya kepada Allah menyebabkan dia tidak
berhajat kepada yang lain kecuali kepada Allah. Tercabut dari dalam
hatinya rasa takut kepada yang lain kecuali kepada Allah. Dia tidak
menundukkan kepalanya di hadapan makhluk, tidak merendahkan diri dan mengemis
kepada manusia dan tidak gentar dengan kesombongan dan kebesaran manusia.
3.
Rendah hati kepada sesama manusia. Orang
yang akidahnya benar tidak mungkin menjadi angkuh, tidak mensyukuri nikmat dan
tidak terpedaya dengan kekuatan dan kemahiran yang dimilikinya. Karena dia tahu
dan yakin semua itu adalah karunia Allah kepadanya. Malah dia sadar Allah
berkuasa mengambilnya kembali apabila Dia menghendaki. Manusia yang akidahnya
tidak benar akan mengingkari nikmat, menyombongkan diri dan mengangkat kepala
apabila memperolehi nikmat. Ia menganggap nikmat itu hasil usaha dan
kecakapannya.
4.
Jiwa yang bersih dan beramal saleh. Orang
yang berakidah secara benar yakin bahwa tidak ada jalan untuk mencapai
keselamatan dan keuntungan kecuali dengan jiwa yang bersih dan beramal
saleh. Kesadaran itu timbul karena dia beriman kepada Allah yang Maha
Kaya dan Maha Adil, bergantung harap segala sesuatu kepada-Nya. Sebaliknya
orang yang musyrik dan kafir menghabiskan masa hidup mereka untuk angan-angan
palsu. Di antara mereka ada yang berkata:"Sesungguhnya anak Allah
telah menjadi penebusan dosa-dosa kita kepada Bapanya." Ada juga
yang berkata: "Kami adalah putera Allah dan kekasihnya, maka Ia
tidak akan menyiksa kami karena dosa kami." Ada juga yang
berkata: "Kami akan meminta syafaat pada sisi Allah kepada
pembesar kami dan orang yang bertaqwa di kalangan kami." Ada juga
di kalangan mereka yang mempersembahkan nazar dan korban kepada tuhan mereka
dan menganggap dengan cara demikian mereka telah mendapat izin untuk berbuat
sekehendak hati mereka.
5.
Tidak berputus asa dan hilang harapan. Orang
yang akidahnya benar tidak mudah dihinggapi rasa putus asa dan hilang harapan
dalam setiap keadaan. lman memberikan ketenteraman yang luar biasa pada
hatinya. lman mengisi hatinya dengan ketenangan dan harapan meskipun dia dihina
di dunia dan diusir dari semua pintu kehidupan sehingga kelihatan jalan
hidupnya sempit dan seluruh saluran materi terputus darinya. Dia yakin
Allah tidak pernah terlena dan tidak membiarkan hidupnya terlantar. Oleh
karena itu, ia senantiasa mencurahkan tenaganya dengan bertawakkal kepada Allah
dan meminta pertolongan daripada-Nya dalam semua urusan. Ketenteraman hati dan
ketenangan iiwa seperti ini tidak mungkin dimiliki kecuali dengan aqidah.
Orang kafir, musyrik dan mulhid (atheis) mempunyai hati yang lemah. Mereka
bersandar kepada kekuatan yang terbatas. Maka alangkah cepatnya mereka
dihinggapi rasa putus asa ketika menghadapi kesukaran. Kadangkala
menyebabkan mereka membunuh diri mereka sendiri.
6.
Memiliki hati dan pendirian yang teguh.
Akidah yang benar mendidik manusia dengan kekuatan yang besar, bulat, tekad,
berani, sabar, tabah dan tawakkal ketika menghadapi perkara besar di dunia demi
mengharapkan keridhaan Allah. Dia yakin kekuatan Allah yang memiliki
langit dan bumi menyokongnya dan membimbingnya dalam setiap aspek
kehidupan. Oleh karena itu, hatinya menjadi lebih teguh, dan tabah.
Hampir tidak ada suatu musibah dalam dunia yang dapat melawan tekad yang telah
dibuatnya.
7.
Berani dan Tabah. Akidah
yang benar akan menjadikan manusia berani dan mengisi hatinya dengan
ketabahan. Ada dua perkara yang menjadikan seseorang manusia itu pengecut
dan lemah semangat. Pertama, cinta pada diri, harta dan
keluarganya. Kedua, percaya bahwa ada yang lain selain Allah
yang dapat mematikan manusia dan dia tidak dapat menolak kematian itu dengan
beragam tipu daya. Akidah yang benar dapat mencabut kedua persoalan itu dari
hati manusia dan sekaligus membersihkannya. lman dapat mencabut yang
pertama dengan menjadikan dia yakin bahwa Allah adalah satu-satunya
Pemilik diri, harta dan keluarganya. lman menjadikan dia sedia berkorban
untuk jalan dan keridhaan Allah. Dia rela berkorban dengan segala sesuatu
yang ada padanya dengan sesuatu yang mahal maupun murah. lman juga dapat
mencabutpersoalan kedua dengan menanamkan ke dalam iiwa manusia
bahwa tidak ada seorang manusia atau seekor binatang pun yang dapat merampas
hidupnya.
8.
Menjauhi perbuatan hina. Iman kepada Allah
mengangkat derajat manusia dan menimbulkan dalam dirinya sifat menjauhkan diri
dari perbuatan yang dapat merendahkan martabatnya. Dia juga merasa cukup
dengan apa yang ada dan tidak memerlukan pemberian orang, menyucikan hatinya
dari sifat tamak, rakus, dengki, rendah diri dan segala sifat buruk serta
kecenderungan yang hina. Tidak terlintas dalam hatinya memilih jalan yang
keji untuk mencapai kejayaan karena dia yakin rezeki berada di tangan
Allah. Dia yakin Allah melimpahkan rezeki kepada orang yang
dikehendaki-Nya dan menentukan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Tidak
ada kemuliaan, kekuatan, kemasyhuran, kekuasaan, pengaruh dan kemenangan
melainkan di tangan Allah. Manusia wajib berusaha dengan cara yang mulia
menurut kemampuannya. Kejayaan atau kegagalan bergantung kepada
Allah. Tidak ada yang dapat menahan apa yang diberi-Nya dan tidak ada
yang dapat memberi apa yang ditahan-Nya.
9.
Terikat dan patuh pada peraturan Allah.
Akidah yang benar akan menjadikan manusia terikat dan patuh pada undang-undang
Allah. Orang yang beriman yakin bahwa Allah mengetahui segala
sesuatu. Allah lebih dekat kepada diri mereka daripada urat leher mereka
sendiri. Orang beriman yakin apabila mereka melakukan sesuatu perbuatan di
dalam gelap ataupun terang, Allah tetap mengetahui. Apabila terlintas
dalam hatinya sesuatu yang tidak baik, Allah tetap mengetahui. Walaupun
dia dapat menyembunyikan perbuatannya daripada orang lain, dia tidak dapat
menyembunyikannya dari Allah. Walaupun dia dapat melepaskan dirinya dari
berbagai kekuatan, dia tidak dapat melepaskan dirinya dari Allah. Semakin
kukuh akidah ini melekat dalam jiwa seseorang, semakin tekun ia mengikuti hukum
Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia bergegas menuju kebajikan dan mengerjakan
apa yang diperintah oleh Allah dimanapun berada. Di hadapan matanya
senantiasa terbayang pengadilan tinggi dan tidak ada orang yang dapat
melepaskan diri daripada pemeriksaan-Nya.
C.
ASPEK-ASPEK PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MASYARAKAT ISLAM
Konsep pembentuk kepribadian dalam masyarakat
islam menurut Syaikh Hasan al-Banna ada 10 aspek:
1.
Bersihnya akidah,
2.
Lurusnya ibadah,
3.
Kukuhnya akhlak,
4.
Mampu mencari penghidupan,
5.
Luasnya wawasan berfikir,
6.
Kuat fisiknya,
7.
Teratur urusannya,
8.
Perjuangan diri sendiri,
9.
Memperhatikan waktunya.
10.
Bermanfaat bagi orang lain.
Disini terlihat ada dua sisi penting dalam pembentukan kepribadian muslim,
yaitu iman dan akhlak. Bila iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin
adalah implikasi dari konsep itu yang tampilanya tercermin dalam sikap perilaku
sehari-hari. Keimanan merupakan sisi abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum
Tuhan yang ditampilkan dalam lakon akhlak mulia.
Untuk itu membentuk kepribadian
dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi
sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang
pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep
kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri,
keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
D.
TUJUAN AQIDAH DALAM PEMBENTUKAN KPRIBADIAN MASYAKAT ISLAM
Aqidah islam mempunyai tujuan yang baik yang harus di
pegang teguh yaitu :
1.
Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah kepada Allah
semata, Karena Allah adalah Pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
2.
Membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang
timbul dari kosongnya hati dari aqidah ini dan ada kalanya terjatuh pada
berbagai kesesatan aqidah.
3.
Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan
memperbaiki individu-individu maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan
kemuliyaan. (Q.S An-Nahl: 97), yang artinya:
Barang siapa
yang mengerjakan amal baik, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman maka sesungguhnya akan kami berikan balasan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala
yang paling baik dari yang mereka kerjakan. (Q.S An-Nahl : 97).
EmoticonEmoticon