PAJAK PENGHASILAN

12:24 AM



PAJAK PENGHASILAN



KELOMPOK 3

DISUSUN OLEH:

ATIKA B
MUHAMMAD NAWIR
BUDI ASHAR KARIM

STIM YAPIM MAROS
2016

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran(cash disbursment) tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut memungkinkan. Pada hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri maupun pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak khususnya wajib pajak adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu proses yang dilakukan secara teratur untuk menyusun laporan keuangan.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan (PPh) ?
2.      Apa-apa saja yang terkandung dalam Subjek Pajak Penghasilan (PPh) ?
3.      Apa-apa saja yang terkandung dalam Objek Pajak Penghasilan (PPh) ?
4.      Penghasilan apa saja yang dapat dikenai Pajak yang Bersifat Final ?
5.      Bagaimana Tarif PPh yang terdapat dalam Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 ?


C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan (PPh).
2.      Untuk mengetahui Apa-apa saja yang terkandung dalam Subjek & Objek Pajak Penghasilan (PPh).
3.      Untuk mengetahui Penghasilan apa saja yang dapat dikenai Pajak yang Bersifat Final.
4.      Untuk mengetahui Bagaimana Tarif PPh yang terdapat dalam Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Subjek PPh meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; badan, dan bentuk usaha tetap (BUT).
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang N0. 17 Tahun 2000. Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan (Laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi maupun badan. Undang-undang pajak penghasilan mengatur mengenai subjek pajak, objek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi pajak yang terutang. Undang-undang pajak penghasilan menganut asas materiil artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Pemajakan atas jenis penghasilan tertentu diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh . PPh terutang dihitung dengan menerapkan tarif tertentu (tarif tunggal) terhadap penghasilan bruto dan bersifat final.


B.   SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (PPh)
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak. Yang meliputi Subjek Pajak adalah:
1.      a.  Orang Pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2.      Badan
3.      Bentuk usaha tetap (BUT)



v  Subjek Pajak Dalam Negeri & Subjek Pajak Luar Negeri
No.
Uraian
Subjek Pajak (WP) DN
Subjek Pajak (WP) LN
1
Ruang Lingkup Penghasilan
Meliputi penghasilan seluruh dunia
Hanya penghasilan dari Indonesia
2
Kewajiban memiliki NPWP
Wajib memiliki NPWP
Tidak wajib memiliki NPWP
3
Kewajiban menyampaikan SPT
Terdapat kewajiban menyampaikan Masa maupun SPT Tahunan
Tidak ada kewajiban SPT
4
Penghasilan yang dikenakan pajak
a. Penghasilan Neto bagi wajib   pajak badan                               b. Penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi
Penghasilan Bruto
5
Tarif
a. Dikenakan Tarif Pasal 17, yaitu: - Tarif tunggal 25% Wajib Pajak Badan                                                                                                                    -       - Tarif 5%, 15%, 25%, dan 30 % Wajib Pajak OP        b. Dikenakan Tarif Pph Final (Pasal 4 ayat 2)
Dikenakan tarif khusus Pasal 25%, atau sesuai dengan tarif menurut P3B (Tax-Treaty)
6
Pembayaran Pajak Tahun Berjalan
Merupakan angsuran dari Pph yang terutang pada akhir tahun, kecuali yang final.
Merupakan pembayaran yang final kecuali yang berubah status
7
Subjek Pajak Orang Pribadi
Dapat pengurangan beban PTKP
Tidak dapat pengurangan PTKP
8
Keberatan dan Banding
Mempunyai Hak dimaksud
Tidak mempunyai hak dimaksud
9
Pembukuan dan Pencatatan
Diwajibkan menyelenggarakan
Tidak terdapat kewajiban tersebut
Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 36 Tahun 2008, menjelaskan bahwa subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Selanjutnya dijelaskan bahwa subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak, apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan, sedangkan subjek pajak luar negeri menjadi wajib pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber di Indonesia. Dengan kata lain wajib pajak adalah orang pribadi atau badan  yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Perbedaan Perlakuan Antara Subjek Pajak Dalam Negeri Dengan Subjek Pajak Luar Negeri






















1.        Subjek Pajak Dalam Negeri terdapat dalam Pasal 2 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:
a.       Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan, atau Orang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b.      Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c.       Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Keberadaan Warisan yang belum dibagi sebagai subjek pajak, hanya sampai warisan selesai dibagi, artinya tidak bersifat permanen maka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, cukup menggunakan NPWP yang meninggal. Terhadap warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT), dengan meninggalnya yang bersangkutan maka gugur statusnya sebagai subjek pajak, hal ini dikarenakan subjek pajak orang pribadi melekat pada orangnya, tidak ada istilah subjek pengganti.
Penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif diatur dalam Pasal 2A UU No. 36 Tahun 2008. Untuk lebih jelasnya hal tersebut, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Penentuan Saat Mulai dan Berakhirnya Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak Dalam Negeri

Mulai
Berakhirnya
Orang Pribadi:


* Bertempat tinggal di Indonesia.                          * Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 atau berada dan punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
* Pada saat dilahirkan di Indonesia.                          * Sejak hari pertama berada di Indonesia.
Meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
Warisan yang belum terbagi.
Pada saat meninggalnya pewaris.
Pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
Badan
Pada saat badan tersebut didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pada saat badan tersebut dibubarkab dan dilikuidasi, atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.




















2.        Subjek Pajak Luar Negeri terdapat dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu:
a.       Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b.      Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri

Mulai
Berakhirnya
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari, dan badan yang tidak bertempat kedudukan di Indonesia.


Yang menjalankan usaha, atau melakukan kegiatan melalui BUT.
Pada saat BUT tersebut berada di Indonesia.
Pada saat ditiadakannya BUT.
Tidak menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT.
Pada saat adanya hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Pada saat putusnya hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Penentuan Saat Mulai dan Berakhirnya Subjek Pajak Luar Negeri






























v  Tidak Termasuk Sebagai Subjek Pajak
Pengecualian sebagai subjek pajak diatur dalam Pasal 3 UU No. 36 Tahun 2008, dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak adalah:
1.        Kantor Pewakilan Negara Asing,
2.        Penjabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang di perbentukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:
·          Bukan Warga Negara Indonesia,
·          Tidak menerima penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya,
·          Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama (azas timbal balik).
3.        Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan (terakhir dengan KMK:601/KMK.03/2005, dengan syarat:
a.       Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan
b.      Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia, selain dari pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
c.       Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI, dan di Indonesia tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

C.     OBJEK PAJAK PENGHASILAN (PPh)
Penghasilan yang termasuk objek pajak dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008, yang berbunyi:
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, maupun dari luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
1.      Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan honororarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan dalam UU ini.
2.      Hadiah dari undian, atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3.      Laba Usaha
4.      Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk :
a.       Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan Badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b.      Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, dan atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
c.       Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambil alihan usaha, atau seorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun.
d.      Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbanga, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagaamn, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatrur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan, diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
e.       Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5.      Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6.      Bungan termasuk premium, diskonto, dan imbalan dan jaminan pengembalian utang.
7.      Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8.      Royalti
9.      Sewa dan penghasilan lain sehubung dengan penggunaan harta,
10.  Penerimaan dan perolehan pembayaran berskala.
11.  Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.
12.  Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
13.  Selisish lebih karena penilaian kembali aktiva
14.  Premi asuransi
15.  Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16.  Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17.  Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah,
18.  Imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai ketetntuan umum dan tata cara perpajakan, dan
19.  Surplus Bank Indonesia.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena UU ini menganut pengertian penghasilan yang sangat luas, maka semua jenis penghasilan yang diterima  atau diperoleh dalam suatu tahun pajak, digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak, maka apabila dalam suatu tahun pajak, suatu usaha atau kegiatan mengalami kerugian maka kerugian tersebu dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita diluar Negeri.

v  Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak
Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak dan tidak dikenakan pajak penghasilan, diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :
1.        Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau  lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakar yang berhak. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan/ badan pendidikan/ badan sosial/ pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2.        Warisan.
3.        Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
4.        Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
5.        Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6.        Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a.       Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b.      Bagi perseroan terbatas, BUMN, BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
7.        Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8.        Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang diterapkan Menteri Keuangan.
9.        Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
10.    Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
11.    Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari bagian pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a.       Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan
b.      Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

D.      PENGHASILAN YANG DIKENAI PAJAK BERSIFAT FINAL
1.        Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2.        Penghasilan berupa hadiah undian,
3.        Penghasilan dari traksaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan traksaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
4.        Penghasilan dari transaksi pengalihan harta b erupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan, dan penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
5.        Penghasilan tertentu lainnya diatur dengan berdasarkan peraturan pemerintah.

E.     TARIF PPh PASAL 17 UU NO. 36 TAHUN 2008

Tarif Progresif PPh Orang Pribadi
No.
Jumlah Penghasilan
Tarif
1
Sampai dengan Rp. 50.000.000.00
5%
2
Diatas Rp. 50.000.000.00 s.d Rp. 250.000.000.00
15%
3
Diatas Rp. 250.000.000.00 s.d Rp. 500.000.000.00
25%
4
Diatas Rp. 500.000.000.00
30%

v  Tarif Tunggal PPh Wajib Pajak Badan dan BUT:
a.    Tarif tunggal 28 % untuk tahun pajak 2009
b.    Tarif tunggal 25 % untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya.

v  Keringanan Tarif PPh Pasal 31E UU No. 36 Tahun 2008
1.      Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000.00 (lima puluh milyar), mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 % (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000.00 (empat milyar delapan ratus juta).
2.      Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.



BAB III
PENUTUP


A.     KESIMPULAN
Berdasarkan kajian yang membahas tentang  Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 (PPh yang Bersifat Final), maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :
Pasal 4 ayat 2 Undang-undang pajak penghasilan menybutkan, bahwa :”Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan lainya,penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek,penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah”.
Menurut Djoko Muljono(2006: 27): Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Undang-undang pajak penghasilan mengatur mengenai subjek pajak, objek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi pajak yang terutang. Undang-undang pajak penghasilan menganut asas materiil artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
Subjek pajak penghasilan adalah wajib pajak yang menurut ketentuan harus membayar, memotong, atau memungut pajak yang terutang atas objek pajak. Subjek pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: subjek pajak dalam negeri dan luar negeri.
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.


B.     SARAN


















DAFTAR PUSTAKA


Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakata; ANDI Yogyakarta






Artikel Terkait

Previous
Next Post »

like this yahh