RISIKO PERBANKAN

11:34 PM


RISIKO PERBANKAN



KELOMPOK 6
MUHAMMAD NAWIR
YUPITA DWI REJEKI
MEGAWATI 

STIM YAPIM MAROS
2016




BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Risk Management sebenarnya diperlukan bukan hanya di dunia perbankan namun dapat juga diterapkan di berbagai aktivitas. Faktor risiko yang dipertimbangkan akan berbeda dari aktivitas yang satu dengan yang lain. Dalam dunia perbankan, hal tersebut sangat menarik untuk disimak mengingat faktor risiko yang terjadi dapat bersumber dari berbagai faktor serta definisi risikonya terbatas menyangkut kepada kerugian yang mungkin timbul di masa mendatang. Dalam hal ini, risk management diperbankan diharapkan dapat mengendalikan risiko-risiko yang mungkin timbul untuk mengurangi kerugian apabila terjadi.
Terdapat pertanyaan: apakah pada saat ini perbankan di Indonesia belum secara utuh menerapkan risk management? Perbankan di Indonesia tentunya sudah melakukan analisis-analisis dan teknik yang berkaitan dengan upaya untuk mengurangi kerugian yang timbul dimasa mendatang melalui proses pengelolaan risiko kredit seperti analisis kredit. Kegiatan demikian sudah merupakan salah satu dalam proses pengendalian risiko, sehingga kalau dikatakan bahwa perbankan di Indonesia sama sekali belum menerapkan pengendalian risiko juga tidak sepenuhnya valid. Namun demikian pendekatan dalam pengendalian risiko masih menggunakan teknik dan pendekatan konvensional, sehingga efektivitasnya masih dipertanyakan, belum efektif dan perlu diuji kembali konsistensi penerapannya.



Rumusan masalah
Memahami dengan baik tentang:
1.    pengertian risiko perbankan.
2.    Kebijakan perbankan dalam menghindari risiko.
3.    Biaya risiko dan persoalan kredit macet.
4.    Berbagai bentuk pertanyaan yang diberikan serta mampu menyelesaikan kasus yang ada,hingga memberikan solusinya.
Tujuan masalah
1.    Untuk mengetahui pengertian risiko perbankan.
2.    Untuk mengetahui Kebijakan perbankan dalam menghindari risiko.
3.    Untuk mengetahui Biaya risiko dan persoalan kredit macet.
4.    Berbagai bentuk pertanyaan yang diberikan serta mampu menyelesaikan kasus yang ada,hingga memberikan solusinya.








BAB II
PEMBAHASAN
Perbankan adalah lembaga yang paling rentan atau berdekatan dengan risiko,khususnya risiko yang berkaitan dengan uang(money). Posisi perbankan sebagai mediasi yaitu pihak yang menghubungkan mereka yang surflus dan defisit finansial telah menenpatkan perbankan harus selalu menjaga hubungan baik dengan kedua pihak tersebut. Keputusan  perbankan  harus selalu bersifat moderat yaitu mempertimbangkan keinginana dari kedua pihak tersebut karena tampa kedua pihak tersebut perbankan tidak bisa menjalankan aktivitas secara maksimal. Dalam artian jika perbankan mengalami tingkat likuiditas yang tinggi karena ia memiliki finansial yang begitu surplus itu juga di anggap tidak baik , karena ia tidak menjalankan fungsinya sebagai agent of development. Namun sebaliknya jika ia tidak hati- hati dalam menyalurkan pinjaman maka perbankan sendiri yang akan menerima akibatnya yaitu salah satunya timbulnya kredit macet.
Untuk mengelola risiko atau risk menegement dibutuhkan suatu ilmu dan seni tersendiri agar risiko itu memberi dampat positif pada pihak yang bersangkutan. Jika bisnis yang dijalankan itu menyangkut produksi dan pemasaran barang maka berarti risiko tersebut adalah menyangkut resiko yang akan dialami oleh barang yang diproduksi dan dijual tersebut.
Seperti risiko yang akan timbul pada bisnis pengolahan selai nenas maka risiko yang akan ditimbulkan adalah berupa selai nenas tersebut akan mengalami masa kadaluarsa jika tidak dijual sesuai waktu yang ditargetkan, produksi selai nenas bisa terhenti dan distributor akan mengalami kekecewaan pada saat pasokan nanas tidak sampai dipabrik sesuai dengan jadwal yang ditentukan,ada komponen mesin pengolahan yang mengalami masalah dan harus diganti dimana kebetulan salah satu komponennya harus diimpor dan kebetulan perusahaan tidak memiliki cadangan komponen karena tidak terdapat dipasar domestik maka akan membutuhkan waktu untuk menunggu datangnya salah satu komponen tersebut , karyawan melakukan pemogokan menuntut di naikkan gajinya dan diberikan fasilitas sementara penjualan perusahaan sedang mengelami penurunan,jangka waktu pembayaran kredit tinggal menunggu beberapa hari lagi sementara pemasukan dari account receivable masih rendah karena faktor  receivable turnover atau perputaran penjualan barang secara kredit mengalami masalah dalam penagihan ,dan berbagai faktor internal lainnya. Dan ini belum ditambah lagi oleh faktor eksternal yang turut memegang  peranan penting terbentuknya risiko persahaan.
1.    Depenisi Risiko Perbankan
Risiko perbankan adalah risiko yang dialami sektor bisnis perbankan sebagai bentuk dari berbagai keputusan yang dilakukan dalam berbagai bidan seperti keputusan penyaluran kredit, penerbitan kartu kredit ,valuta asing, inkaso dan berbagai bentuk keputusan finansial lainnya,dimana itu telah menimbulkan kerugian bagi perbankan tersebut,dan kerugian terbesar adalah dalam bentuk finansial.
Risiko perbankan adalah berfokus pada masalah finansial karena bisnis perbankan adalah bisnis yang bergerak di bidang jasa keuangan. Bank menyediakan fasilitas yang mampu memberikan kemudahan kepada publik sebagai nasabahnya untuk memperlancar segala urusan-nya yang menyangkut masalah keuangan.
Risiko yang dialami oleh perusahaan yang bergerak di bisnis manufaktur(pabrik) seperti perusahaan pembuatan selai nenas adalah berbeda yang dialami perbankan,karena produk perbankan bersifat intangible asset.
Karena fungsinya sebagai mediasi, bank harus manpu menyediakan atau memberikan kemudahan itu,seperti keamanan simpanan,kemudahan dalam menarik kembali dana dalam jumlah yang disesuaikan,kemudahan dalam urusan mencairkan kredit termaksud rendahnya biaya adiministrasi yang ditanggung,suku bunga kredit yang rendah dan perhitungan yang dilakukan secara cepat dan akurat.


Tabel: Peristiwa fenomenal pada industri keuangan internasional yang menimbulkan risiko
Tahun
Risk Event
1986/9
Krisis Hutan Amerika Latin
1987
Bursa Saham Global hancur
1989/1
Krisis pinjaman ,krisis pinjaman dan tabungan AS
1990
Kehancuran junk bond
1992
Krisis nilai tukar eropa
1994/5
Krisis peso mesico(nilai tukar) krisis tingkat suku bunga AS
1995
Krisis hutan amerika latin
1997
Krisis nilai tukar asia
1998
Default rusia, krisis hedge fund,kredit crunch
2001/2
Loncatan teknologi,media,bursa saham telekomunikasi
2007/8
Krisis kucuran kredit property bermasalah atau subprime mortgage di amarika serikat

           

            Risiko yang dialami perbankan menjadi suatu yang kompleks pada saat bank tersebut terlibat dalam transaksi valuta asing (valas). Krisis nilai tukar yang melanda asia pada tahun 1997 lalu telah banyak menyebabkan mengalami masalah khususnya perbankan swasta nasional.

2.    Bank devisa dan bank non devisa
Dari kemanpuannya melakukan transaksi internasional dan transaksi valas, bank swasta nasionaldapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
a.    Bank devisa adalah bank yang dapat mengadakan transaksi internasional seperti ekspor dan impor, jualbeli valas,dan segala aktivitas lainnya yang sejenis. Contohnya bank BCA,bank Niaga dan lainnya.
b.    Bank non devisa adalah bank yang dalam aktivitasnya tidak dapat mengadakan transaksi internasional, namun bank tersebut bisa mengubah statusnya menjadi bank devisa asal ia memenuhi beberapa syarat dan ketentuan yag harus dipenuhinya. Contohnya bank artha graha,bank nusantara dan lainnya.
Dengan begitu resiko yang dialami oleh bank devisa lebih kompleks dibandingkan dengan apa yang dialami oleh bank non devisa , apalagi jika ini ditinjau dari segi penggunaan dan penyaluran kredit dalam mata uang asing.krisis moneter yang dialami oleh republik indonesia pada tahun 1997 hingga 1988 telah meninggalkan bekas kelam bagi bisnis perbankan indonesia.krisis moneter pada saat itu bukan hanya dialami indonesia tapi juga asia.terutama para perbankan yang telah memiliki portopolio kewajiban dalam betuk dollar dan berbagi mata uang asing lainnya mengalami kemacetan atau terjadinya kenaikan dari segi insolvency( ketidak mampuan memenuhi kewajibannya).
3.    Tindakan pemerintah dalam mengatasi perbankan bermasalah
Pada saat pemerintah melihat suatu perbankan bermasalah maka secara umum ada tiga tindakan yang di ambil yaitu:
a.    Pembinaan
Pada kondisi ini pemerintah sifatnya akan masih mengangap bank tersebut membutuhkan pembinaan  atau advise saja baik advise( nasihat) pada sisi keuangan maupun non keuangan guna menstabilkan kembali posisinya kearh yang diharapkan.
b.    Tindak lanjut pengawasan bank
Pada kondisi ini bank indonesia bertugas untuk melakukan pemantauan secara intensif terhadap setiap kebijakan dari bank tersebut dan bagaimana ia menyelesaikan berbagai permasalahan serta sesuatu yang menyangkut kemanpuan menciptakan likuiditas , kemampuanya memenuhi CAR(capital adequancy ratio) sesuai yang ditetapkan BI dan lain-lainnya.
c.    Likuiditas bank
d.    Pada kondisi ini bank indonesia telah merundingkan secara mendalam bersama pemerintah untuk melakukan kebijakan melikuidasi atau menghentikan aktivitas bank tersebut.
4. Kebijakan Perbankan dalam Menghindari Risiko
Bank merupakan sebuah lembaga mediasi yang berusaha untuk menciptakan kestabilan moneter di suatu Negara. Bank Indonesia sebagai “The Last of Resort” berkewajiban penuh untuk menjaga dan melindungi perbankan dalam negeri dari berbagai risiko yang timbul.
Dalam hal ini ada 4 (empat) risiko yang perbankan yang ditetapkan atau disyaratkan oleh bank Indonesia untuk di-manage (dikelola) , yaitu;
a.    Risiko Kredit
Risiko kredit merupakan risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan para debitur dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pihak kreditur.
b.    Risiko Pasar
Risiko pasar merupakan risiko yang disebabkan karena adanya pergerakan pasar dari kondisi normal ke kondisi di luar prediksi atau yang tidak normal sehingga kondisi tersebut menyebabkan pihak perbankan mengalami kerugian. Ini seperti yang dialami oleh perbankan di Indonesia pada tahun 1997 dan 1998 yang lalu:
1)    Risiko nilai tukar adalah risiko yang disebabkan karena perubahan nilai tukar mata uang asing di pasaran internasional sehingga perubahan ini mempengaruhi kepada kondis yang tidak pasti pada nilai perusahaan. Seperti perubahan pada nilai tukar mata uang dllar Amerika.
2)    Risiko tingkat bunga adalah risiko yang disebabkan karena berubahnya tingkat suku bunga (interest rate) yang menyebabkan suatu perusahaan menghadapi dua tipe risiko selanjutnya yaitu (1)risiko perubahan pendapatan, dimana perubahan itu menyebabkan berubahnya atau berkurangnya nilai dari yang diharapkan. (2)risiko perubahan nilai pasar yaitu terjadinya penurunan nilainya atau menjadi lebih kecil dari yang semula.
c.    Risiko Operasional
Risiko operasional merupakan risiko yang timbul karena faktor internal bank (dalam bank) sendiri yaitu seperti kesalahan pada sistem komputer, human error, dan lainnya sehingga kejadian seperti itu telah menyebabkan timbulnya masalah pada bank itu sendiri.
d.    Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas merupakan rsiko yang dialami oleh pihak perbankan karena ketidakmampuannya memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Seperti membayar listrik, telepon, gaji karyawan dan lainnya.
Dari keempat risiko tersebut hasil riset menyebutkan bahwa risiko yang terbesar yang dialami oleh pihak perbankan adalah risiko kredit sehingga sangat wajar jika risiko kredit menempati urutan pertama yang mendapat perhatian. Mungkin karena kita melihat begitu banyaknya bank yang mengalami take over atau dibekukan operasinya karena timbulnya angka kredit macet (bad debt) dalam jumlah yang begitu tinggi.
Dalam upaya untuk mengendalikan risiko kredit, sering bank menetapkan sejumlah kondisi yang berkaitan dengan kredit, seperti penetapan pada pinjaman kredit untuk yang bersifat jangka panjang (long term loan), yaitu pinjaman yang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun. Sebab dengan memberikan pinjaman jangka panjang, bank menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang berarti bank mengambil risiko yang lebih besar. Di samping itu juga likuiditas bank akan terpengaruh lebih besar dengan memberikan pinjaman jangka panjang.
Penetapan kondisi seperti ini juga tidak hanya untuk pinjaman jangka panjang saja tapi juga tak terkecuali untuk pinjaman jangka pendek, jika hal itu dimaksud untuk menghindari risiko kredit yang akan terjadi nantinya. Ini semua terakumulasi pada tahap awal dimana bank memberikan sejumlah kondisi tertentu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh debitur sebelum pencairan kredit (loan disbursement) dilaksanakan. Dalam istilah keuangan perbankan penetapan seperti ini dikenal dengan condition precedent.
Jadi di sini perbankan berusaha maksimal untuk mengendalikan kredit yang disalurkan atau diterima oleh debitor untuk dipergunakan dan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani. Ini terlihat misalnya dalam bentuk pemberian kredit yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan prestasi pekerjaan yang dilaksanakan. Karena dirasa sangat penting bagi perbankan untuk mengawasi jalannya aktivitas penggunaan dana tersebut.
Sebuah kebijakan yang akan lahir nantinya adalah dengan membentuk biro mediasi perbankan yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan bank dengan nasabah. Diperlukan biro mediasi ini sangat mungkin dkarenakan banyaknya kasus nasabah dengan perbankan yang penyelesaiannya berjalan lambat dan adakalanya cenderung untuk ditempuh proses melalui pengadilan. Maka tentulah ini memakan biaya yang besar bagi kedua belah pihak seperti biaya pengacara dan urusan lainnya. Maka dengan dibentuknya biro mediasi nantinya diharapkan akan dapat memperkecil biaya-biaya seperti ini.
Salah satu yang harus dibuat oleh pihak perbankan adalah dengan membuat standard minimum pemberian informasi terhadap setiap produk yang ditawarkan oleh perbankan ke nasabah, sehingga dengan begitu ada kejelasan yang lebih jelas yang diperoleh oleh nasabah tentunya. Pada dasarnya biro mediasi perbankan yang seperti ni sudah lama diterapkan di luar negeri.
5. Pengawasan Perbankan sebagai Bagian Menghindari Risiko
Dalam usaha untuk selalu menciptakan kondisi perbankan yang baik dan tegas serta menerapkan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance/Tata kelola Perusahaan yang Baik) maka lembaga perbankan harus selalu diawasi dengan seksama. Secara umum pengawasan pada lembaga perbankan ada dua, yaitu:
a.    Pengawasan yang dilakukan oleh internal perbankan
Pengawasan internal dilakukan oleh Direktur Kepatuhan, Satuan Kerja Audit Intern, dan sistem pengawasan melekat.
b.    Pengawasan yang dilakukan oleh eksternal perbankan
Pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksternal perbankan adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak bank sentral. Bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter di suatu Negara memiliki wewenang penuh dalam usahanya menjaga dan memelihara kestabilan perbankan dalam negeri. Di sini setiap lembaga perbankan berkewajiban untuk memberikan laporan keuangan (financial statement) dalam bentuk tertulis dan itu bersifat berskala.
Untuk menciptakan suatu tatanan dunia perbankan yang lebih baik maka dalam pengawasan yang telah dilakukan tersebut harus pula diikuti oleh tindakan pemeriksaan yang baik. Secara umum ada dua bentuk pemeriksaan, yaitu:
a.    Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum ini sering disebut juga dengan pengawasan langsung. Maka pengawasan langsung (pemeriksaan umum) dilakukan adalah pemeriksaan terhadap semua aspek bank yakni keadaan keuangan, kegiatan usaha, manajemen dan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta sejauh mana bank mengelola risiko yang ada. Hasil pemeriksaan umum ini nantinya akan disampaikan kepada pihak bank sentral (BI).
b.    Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan terhadap aspek-aspek tertentu dari bank baik yang terkait dengan pos neraca, sistem pengelolaan, kepatuhan terhadap ketentuan (misalnya Kecukupan Modal/CAR, PBI KYC), maupun terhadap penyimpangan yang terjadi di bank).
Dengan terciptanya suatu bentuk pengawasan perbankan yang baik diharapkan lembaga perbankan dapat menjalankan fungsi dan kedudukan serta tugasnya secara menyeluruh dalam konteks “agent of development” dan lebih jauh mampu menempatkan dirinya pada posisi yang berwibawa sebagai sebuah lembaga mediasi.
6. Antisipasi Perbankan dalam Menghadapi Tindak Pidana Perbankan
Manajemen perbankan memiliki peran besar dalam memobilisasi berbagai kebijakan yang akan dan sedang diterapkan sebagai bentuk strategi perbankan menghadapi berbagai bentuk tindakan yang merugikan termasuk tindak pidana. Maka ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan oleh bank dalam upaya mengantisipasi terjadinya tindak pidana di bidang perbankan antara lain:
a.    General awareness
Seluruh pegawai bank harus mempunyai kesadaran tentang kemungkinan terjadinya kejahatan berikut implikasinya serta memiliki pengetahuan tentang bagaiman hal tersebut dapat terjadi.
b.    Good understanding
Pemahaman tentang perlunya pedoman standar pengawasan dan pengamanan terhadap kemungkinan terjadinya kejahatan dalam operasional perbankan.
c.    Risk assessment
Mencantumkan kemungkinan terjadinya kejahatan pada penilaian risiko bisnis (fraud risk assessment). Pedoman pengawasan untuk mencegah terjadi risiko harus ada pada operasional perbankan sehari-hari sampai dengan perumusan action plan dan strategic operasional yang dimulai dari para manajer/officer yang berad di garis depan (front office).
d. Dynamic prevention
Pencegahan yang dinamis adalah pengawasan berbasisi risiko yang berfungsi sebagai alat utama untuk mengidentifikasi hambatan dalam mencapai tujuan.
e.  Proactive detection
Suatu organisasi perlu memahami kejahatan, risiko yang akan timbul secara proaktif dalam hal terjadi suatu kejahatan dan bagaimana kejahatan dapat ditangani.
f.  Investigation
Setiap bank harus memiliki tim investigasi yang mampu melakukan investigasi atas suatu kasus yang terjadi. Tim tersebut dapat terdiri dari tim intern dan/atau tenaga ahli dari luar yang dalam pelaksanaanya harus dilengkapi dengan standar/pedoman investigasi.
            Sebuah lembaga perbankan dengan kepemilikan manajemen perusahaan yang baik memungkinkan perbankan tersebut untuk terus mampu memberi profit and contunuity secara stabil. Pihak manajemen memiliki peran ganda dalam usaha menciptakan kondisi yang terkendali tersebut yaitu berperan sebagai pekerja dan pengontrol. Jika suatu perusahaan mengalami permasalahan seperti terjadinya penurunan penilaian seseorang auditor dari akutan publik dari posisi unquilified opinion ke qualified opinion maka disini pihak manajemen perusahaan akan langsung akan langsung dipanggil da ditegur untuk diminta pertanggungjawabannya mengapa bisa terjadi.
            Bagi pihak komisaris perusahaan jika ini terus terjadi dn tidak ada langkah-langkah strategis untuk menyelesaikannya, maka dikhawatirkan akan menurunkan nilai perusahaan di mata publik, bahkan lebih jauh akan berdampak pada penurunan nilai saham perusahaan di pasar. Publik aka cepat merespon good news and bad news secara cepat. Dan itu bisa terakumulasi dalam bentuk daya minat publik pada saham tersebut seperti membeli, menahan atau melepas saham tersebut.

7. Biaya Risiko Dan Kredit Macet
Bagi pihak kreditur harus mempertimbangkan beberapa hal yang mungkin timbul pada saat kebijakan receivable turnover (perputaran piutang) dilaksanakan, yaitu terjadinya kemacetan dalam aliran pengembalian ini adalah sebuah risiko. Pada saat risiko tersebut timbul tentu menimbulkan biaya (cost) atau beban yang harus ditanggung oleh pihak kreditur.
Adapun pengertian dari biaya risiko (risk cost) adalah biaya yang harus ditanggung oleh pihak manajemen perusahaan terhadap risiko yang ditimbulkan dalam setiap keputusan yang diambil.
Maka secara financial company masalah yang menyangkut risiko tidak kembalinya sejumlah uang atau dana yang telah diberikan dalam bentuk pinjaman ini harus diperhitungkan dan dibebankan dalam penetapan bunga pinjaman. Sehingga bagi suatu perusahaan yang berkaitan dengan risk cost (biaya risiko) yang timbul karna faktor terjadinya bad debt (piutang tak tertagih) tersebut.
Sebagai catatan, yang perlu dipahami bahwa sumber dari risk cost berbeda-beda jika dilihat dari berbagai sumber sektor bisnis yang terjadi. Seperti risiko sektor pertanian berbeda dengan sektor pertambangan, sektor perikanan berbeda dengan sektor bisnis jas transportasi, sektor bisnis real estate berbeda dengan bisnis food and beverage dan lainnya.
8. Memperhitungkan Biaya Risiko
Untuk memperhitungkan atau menentukan berapa jumlah risk cost (biaya risiko)  yang harus ditanggung oleh suatu perusahaan ada 2 cara yng dapat dipergunakan, yaitu:
1.    Biaya risiko dihitung dengan cara mengkaji dan menaksir berapa angka kredit macet yang secara fakta terjadi. Yaitu dengan mengumpulkan seluruh debitur yang mengalami tunggakan kerdit selama ini.
2.    Biaya risiko dihitung dengan cara melihat berapa total angka pinjaman yang dihapusbukukan terhadap rata-rata angka residu pinjamannya, dimana ini dilihat dari satu periode akuntansi.
Untuk melaksanakan bagaimana agar mekanisme risk cost diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka diharapkan bagi pihak terkait untuk menerapakan ini dengan penuh konsistensi. Penggunaan data fundamental sebagai acuan dalam menganalisis berapa besar angka-angka yang ahrus diperhitungkan atau diposisikan untuk dianalisis sanagat mempengaruhi terbentuknya sebuah rekomendasi nantinya. Sehingga dirasa perlu untuk menjaga akuratnya suatu angka yang terdapat pada laporan keuangan tersebut, yaitu angka yang dianalisis tersebut sesuai dengan kejadian atau temuan di lapangan.

9. Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional
            Untuk menciptakan suatu bentuk dan format perbankan nasional yang sehat dan kuat maka pemerintah dalam konsep Arsitektur Perbankan Indonesia (API) menyusun kerangka acuan tersebut,. Kerangka acuan yang disusun dan disahkan tersebut tidak akan bisa berjalan dengan baik jika seandainya tidak ada dukungan kuat oleh aparat penegak hukum. Dan para aparat hukum tidak akam mampu bekerja secara maksimal jika tidak ada payung politis dari pengambil kebijakan negara, kerena hukun dan poitik adalah ibarat sekeping mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Artinya hukum dan politik harus bergerak bersama untuk mewujudkan tatanan suatu struktur perbankan yang kuat dengan menjadikan API sebagai kerangka acuan.
            Jika kita bisa mengkaji lebih jauh dari segi konsep filsafat keuangan maka apa yang dirumuskan dalam basel 1 dan 2 adalah bentuk dari keinginan menampung aspiratif publik dalam usaha-usaha untuk menciptakan suatu lembaga perbankan yang menjadi mediasi yang lebih aspiratif dan terpercaya di mata masyarakat. Berbagai bentuk kasus dalam dunia perbankan merupakan gambaran beberapa kelemahan menajemen perbankan yang harus cepat diantisispasii, karena jika itu tidak cepat diantisispasi maka artinya perbankan lambat dalam menanggapi raksi masyarakat.

Tabel: Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional
No
Kegiatan( Pilar 1)
Peripde Pelaksanaan

1
Memperkuat permodalan bank



A.   Meningkatkan persyaratan modal minimum bagi bank umum (termasuk BPD) Rp.100 miliar
20014-2010


B.   Memperthnkan persyaratan modal Rp.3 triliun untuk pendirian baru sampai dengan 1 januari 2011.
2004-2010

2
Memperkuat daya saing BPRA



A.   Meningktankan lingkage program abatara bank umum dengan BPR.
2004


B.   Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR
2004


C.   Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR
2004-2005

3
Meningkatkan akses kredit


A.   Memfasilitasi pembentuka skim penjaminan kredit
2004-2006

B.   Mendorong penyaluran kredit untuk sektor usaha tertentu
2004-2006






            Dalam rangka menindak lanjuti konsep penguatan struktur perbankan nasional tersebut Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah melakukan beberapa penegasan keputusan yaitu, “ Bank Indonesia telah menegaskan perihal persyaratan modal nominal minimum bagi bank umum (termasuk Bank Pembangunan daerah BPD) menjadi sebesar Rp.100 miliar. Sementara itu, untuk pendirian bank baru, hingga 1 januari 2011 tetap dipertahankan pesyaratan modal nominal minimal sebesar Rp.3 triliun “. Penegasan ini dilakukan sebagai bentuk perhatian guan mewujudkan suatu tatanan dunia perbankan nasional yang memiliki kualitas dan reputasi dalam skala internasional, dan dampak lebih jauh adalah membangun kepercayaan dari para investor internasional untuk datang dan berinvestasi di Indonesia.


Kasus
            Dibeberapa kawasan di suatu negara sering kali keberadaan suatu perbankan belum tersedia, atau belum ada perbankan yang berkeinginan untuk membuka kantor cabangnya. Karena pendirian dan pembukuan kantor cabang suatu perbankan harus dilihat dari berbagai sudut pandang seperti potensi daerah, jumlah perputaran finansial yang ada, income percapita, kondisi non financial masyarakat setempat, stabilitas politik adan keamanan, serta berbagai bentuk alasan lainnya.
            Salah satu alasan yang dilihat termasuk tindakan terjadinyaangka kredit macet dan tindakan penipuan debitur pada lembaga perbankan. Tentu ini dilihat berdasarkan hasil survei dan riset yang telah dilakukan oleh lembaga indenpenden.
Sebuah kasus yang terjadi di masyarakat adalah, dimana seorang laki-laki yang bernama pak Badu yang berlokasi di kota A memiliki tanah kebun seluas 800 meter yang mengalami kesulitan keuangan. Kemudian ia mencari pinjaman kepada temannya yang bernama pak Yurna sebesra Rp.80 juta dengan menjadika tanah beserta sertifikatnya sebagai jaminan, dan pak Yurna setuju sehungga dibuatlah suatu perjanjian kedua belah pihak. Adapun pak Yurna berlokasi tempat tinggal di kota B. Kesepakatan jangka waktu pinjaman yaitu selam 2 (dua) tahun, dan salah satu isi penting dari ketetntuan perjanjian adalah jika dalam jangka waktu 2 (dua) tahun uang pinjaman tidak dapat dikembalikan maka tanah beserta sertifikat tersebut menjadi hak milik pak Yurna. Adapun harga tanah tersebut dipasaran ditaksir sekitar Rp.140 juta.
Namun beberapa bulan kemudian tanpa sepengetahuan pak Yurna, pak badu mengurus sertifikat tanah melalui calo dengan membayar sejumlah uang, dan mengatakan alasannya bahwa sertifikat tanahnya basah terkena banjir dan rusak. Kebetulan lokasi pemukiman tempat tinggal pak Badu merupakan kawasan banjir tahunan, artinya setiap tahun daerah tersebut selalu terkena banjir.
Atas dasar tersebut dan berbagai alasan alasan bukti lainnya calo tersebut mengurusnya dan dengan proses yang panjang sertifikat itu pun keluar. Kemudian pak badu mengambil sertifikat tanah tersebut dan dijadikan agunan untuk meminjam uang ke bank, dengan pengajuan nilai pinjaman sebesar Rp.75 juta dengan jangka waktu 10 tahun atau 120 bulan.
Atas dasar berbagai analisa  maka appraisal kredit bank tersebut menyetujuinya, dan uangpun diserahkan ke pak Badu. Maka beberapa hari kemudian pak Badu pergi meninggalkan kota A dan berangkat ke Arab Saudi untuk bekerja sebagai TKI (tanaga kerja Indonesia).
Karena pak Badu tidak pernah melunasi cicilannya maka agunan berupa tanah dan sertifikatnya yang dujadikan jaminan selanjutnya diproses oleh bank untuk dilelang. Maka informasi ini sampai ke pak Yurna, dan beliaupun melakukan penuntutan terhadap pak Badu dan bank tersebut.
Atas dasar kasus ini, coba diskusikan menurut anda mengapa perbankan bisa menyetujui pemberian kredit ke pak Badu tersebut, dan siapakah pihak yang paling dirugikan dan dimenagkan dalam kasus ini.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kecenderungan Bank-bank internasional dalam penerapan manajemen risiko dipengaruhi oleh adanya insentif kebutuhan modal yang lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil kebutuhan modal dengan metode  standard . Konsekuensi penerapan internal model  dalam perhitungan CAR, Bank-bank harus memenuhi beberapa persyaratan minimum yang diberlakukan oleh Bank Sentral atau lembaga pengawasan jasa keuangan.
Salah satu syarat bahwa keterlibatan senior management dalam risk management process harus dituangkan secara jelas dalam prosedur penerapan manajemen risiko. Dengan demikian tanggungjawab pelaksanaan manajemen risiko berada pada  level  senior management dari Bank dimaksud. Oleh sebab itu, pemahaman risk management system oleh senior level management merupakan keharusan apabila Bank ingin menerapkan manajemen risiko secara efektif.
Pengembangan pengawasan perbankan dan langkah-langkah yang ditempuh oleh Bank Indonesia dalam upaya menerapkan risk based supervision tidak semata ditujukan untuk kepentingan otoritas pengawasan perbankan. Lebih dari itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia memiliki orientasi yang sama dengan perbankan, yaitu mewujudkan lembaga keuangan yang dapat beroperasi secara sehat danefisien sehingga dapat meningkatkan shareholder’s value, yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi nasabah.


     

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

like this yahh