TUGAS KELOMPOK BAHASA INDONESIA

10:30 PM 0
MAKALAH

PENERAPAN KAIDAH EJAAN




KELOMPOK 5

MUHAMMAD NAWIR
MUH: TAKDIR
FATIMAH
BUDI ASHAR KARIM
ROSDIANA



A. KATA PENGANTAR


Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh


 Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan kasih karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kami penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah yang berisi materi “ BAB V PENERAPAN KAIDAH EJAAN "ini diperbuat dengan tujuan memenuhi pengerjaan tugas makalah mata kuliah BAHASA INDONESIA.

 Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terbatas dan jauh dari sempurna. Namun demikian, kami telah berusaha dan bekerja keras demi terselesainya makalah ini, dan supaya makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun maupun bagi para pembaca. Saya juga menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa ada dorongan dan dukungan serta bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak, terutama kepada bapak dosen Drs.BAHARUDDIN,MM  Terimakasih setulus-tulusnya kami sampaikan kepada kedua Orangtua kami, yang dengan penuh kasih sayang telah membimbing kami dan memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada kami. Dan kami juga menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari saudara-saudara pembaca.
Demikian makalah ini dapat kami perbuat. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Atas perhatian dari saudara-saudara, kami ucapkan terimakasih.

                                                                                                            Maros,     november 2014

                                                                                                             Penulis


                                                                                                              kelompok 3



BAB I
PENDAHULUAN



1.1. Latar belakang

Dalam pemahaman umum, bahasa Indonesia sudah diketahui sebagai alat berkomunikasi. Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya. Berbagai faktor turut menentukan pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok pembicaraan, dan sarana.
Dalam situasi resmi, misalnya dalam kegiatan ilmiah, sudah sepantasnya digunakan bahasa Indonesia ragam baku. Salah satu ciri ragam bahasa ilmiah ialah benar (Nazar, 2004: 101; bandingkan pula Djajasudarma, 1999: 128). Pemahaman benar yaitu menyangkut kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia baku. Ragam bahasa baku dipahami sebagai ragam bahasa yang dipandang sebagai ukuran yang pantas dijadikan standar dan memenuhi syarat sebagai ragam bahasa orang yang berpendidikan. Kaidah yang menyertai ragam baku mantap, tetapi tidak kaku, cukup luwes sehingga memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di berbagai bidang. Hal ini tentu saja dalam kerangka bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam pemahaman sesuai dengan situasi dan benar dalam pemahaman sesuai dengan kaidah tata bahasa (Sugihastuti, 2003: 9).
Bahasa dalam laporan penelitian, sebagaimana telah dijelaskan, memilih ragam baku sebagai sarananya, benar kaidahnya, dan memenuhi ciri sebagai ragam standar orang berpendidikan. Namun, pada kenyataannya masih banyak ditemukan kesalahan dalam berbagai tataran bahasa, termasuk dalam penggunaan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Ejaan sebagaimana telah dipahami bersama adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambang itu. Secara teknis yang dimaksud ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca (Arifin & Tasai, 2004: 170; baca pula Mustakim, 1996; Rahardi, 2003). Oleh karena itu, penguasaan ejaan mutlak diperlukan bagi seseorang yang berkecimpung dalam kegiatan ilmiah. Berikut ini disajikan kaidah ejaan yang sering dilanggar berikut pembetulannya (contoh-contoh diambil dari Nazar, 2004).


1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Memahami pengertian ejaan.
2. Mengetahui sejarah tentang ejaan.
3. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan ejaan dalam bahasa Indonesia serta bagian-bagiannya
4.  Mempelajari serta memahami fungsi kata ejaan dalam bahasa Indonesia.
5.  Mempelajari serta memahami penggunaan kata ejaan dalam kehidupan sehari-hari













BAB II
PENERAPAN KAIDAH EJAAN


2.1.  Pengertian Ejaan
Yang dimaksud dengan ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca.
Ejaan resmi yang digunakan di Indonesia sampai sekarang adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), yang mulai digunakan secara resmi di Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1972.

2.2. Sejarah Singkat
         Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles Van Ophuijsen di bantu oleh Engku Nawawi gelar Sultan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesi.
         Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukit Tinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan ole Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.
         Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut  mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah di sepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
         Selanjutnya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan”.
         Pada  tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan Ejaan sebelumnya adalah:
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji = cuci
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak = jarak
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang = sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk = nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat = syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir = akhir



                      


2.3. Penyempurnaan Ejaan

2.3.1. Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Balai Pustaka

         Pada tahun 1901 ditetapkan bahasa Melayu dengan huruf Latin yang disebut Ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini digunakan pada masa penjajahan Belanda sampai tahun 1947. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi gelar Soetan Ma`moer dan Muehammad Taib Soetan Ibrahim. Hasil rumusan mereka dihimpun ke dalam buku Kitab Logat Melajoe. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan van Ophuijsen adalah sebagai berikut
a.       huruf j dipakai untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
b.      Huruf oe dipakai untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemuer.
c.       Tanda diakritik, seperti koma, ain, dan tanda trema, dipakai untuk menuliskan kata-kata ma`moer, `akal, ta`, pa`, dinamai`.


2.3.2 Ejaan Soewandi atau Ejaan Repoeblik

         Pada tanggal 19 Maret 1947 Ejaan Soewandi diresmikan oleh Menteri PP dan K RI yang waktu itu dijabat oleh Soewandi untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur
b. bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat
c. kata ulang boleh ditulis dengan angka -2, seperti anak2, berjalan2, ke-barat2-an
d. awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.

2.3.3 Ejaan Melindo

         Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet Muliyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan tersebut.

2.3.4 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

         Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No.57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
         Karena penuntun itu perlu diungkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang di bentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.156/P/1972 (Amranhalim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
         Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 19 September 1987.
    Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut.
                                                                                                      
1.      Perubahan Huruf

Ejaan Soewandi
Ejaan yang Disempurnakan
dj    djalan, djauh
j      jalan, jauh
j      pajung, laju
y     payung, layu
nj    njonja
ny   nyonya, bunyi
sj    isjarat, masjarakat
sy   isyarat, masyarakat
tj     tjukup, tjutji
c     cukup, cuci
ch     tarich, achir
kh    tarikh, akhir

2.      Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan     Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
f     maaf, fakir
v    valuta, universitas
z    zeni, lezat
3.      Huruf-huruf q dan xyang lazim digunakandalam ilmu eksakta tetap dipakai.
a : b = p: q
Sinar-X
4.      Penulisan di- atau ke sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan yang mengikutinya.






di- atau ke (awalan)
Di atau ke (kata depan)
Ditulis
Di kampus
Dibakar
Di rumah
Dilempar
Di jalan
Dipikirkan
Di sini
ketua
Ke kampus
Kekasih
Ke luar negeri
Kehendak
Ke atas


5.      Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angaka 2.
anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat
2.4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

2.4.1. Pemakaian Huruf
1. Nama-nama huruf
Dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan disebutkan bahwa abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia antara lain
Huruf Besar
Huruf Kecil
Nama
A
A
a
B
B
be bukan bi
C
C
ce bukan se
D
D
de
E
E
e

Disamping itu, dalam bahasa Indonesia terdapat pula diftong (gabungan dua huruf vokal berurutan yang menghasilkan bunyi rangkap), yang biasa dieja au, ai, dan oi yang dilafalkan sebagai vokal yang diikuti oleh bunyi konsonan luncuran w atau y.

2. Lafal Singkatan dan Kata
Contoh
Singkatan / Kata
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
AC
[a se]
[a ce]
BBC
[be be se], [bi bi si]
[be be ce]
pascasarjana
Paskasarjana
pascasarjana
sosiologi
Sosiolohi
sosiologi
 Akronim bahasa asing (singkatan yang dieja seperti kata) yang bersifat internasional mempunyai kaidah tersendiri, yakni tidak dilafalkan seperti lafal Indonesia, tetapi singakatan itu tetap dilafalkan seperti lafal aslinya.
Misalnya :
Kata
Lafal Tidak Baku
Lafal Baku
Unesco
[u nes tjo]
[yu nes ko]
Unicef
[u ni tjef]
[yu ni sef]
Sea Games
[se a ga mes]
[sig e ims]

3. Persukuan
Persukuan ini diperlukan, terutama pada saat kita harus memenggal sebuah kata dalam tulisan jika terjadi pergantian baris. Apabila memenggal atau menyukukan sebuah kata, kita harus membubuhkan tanda hubung (-) diantara suku-suku kata itu tanpa spasi/jarak. Pada pergantian baris, tanda hubung harus dibuhkan di pinggir ujung baris. Jadi, tanda hubung yang dibubuhkan di bawah ujung baris adalah hal yang keliru.


a. Penyukuan Dua Vokal yang Berurutan di Tengah Kata
Kalau di tengah kata ada dua vokal yang berurutan, pemisahan tersebut dilakukan diantara kedua vocal itu.
Misalnya :
Kata
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Lain
la – in
la-in
Saat
sa – at
sa-at
Kait
                              kai- t
                               ka- it
  
b. Penyukuan Dua Vokal Mengapit Konsonan di Tengah Kata
Kalau di tengah kata ada konsonan diantara dua vokal, pemisahan tersebut dilakukan sebelum konsonan itu.
Misalnya :
Kata
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Seret
                              ser- et                          
                                se- ret
Masam
                             mas- am
                              ma- sam
Sepatu
                             sep- atu
                                se- patu

c. Penyukuan Dua Konsonan Berurutan di Tengah Kata
Kalau di tengah kata ada dua konsonan yang berurutan, pemisahan tersebut terdapat diantara kedua konsonan itu.



Misalnya :
Kata
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Maksud
                              ma- ksud
                            mak- sud 
Caplok
                               ca- plok
                             cap- lok
Merdeka
                           merd- eka
                             mer- deka

d. Penyukuan Tiga Konsonan atau Lebih di Tengah Kata
Kalau di tengah kata ada tiga konsonan atau lebih, pemisahan tersebut dilakukan diantara konsonan yang pertama (termasuk ng, ny, sy, dan kh) dengan yang kedua.
Misalnya :
Kata
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Abstrak
                               abs- trak
                                 ab- strak
Instansi
                                ins- tansi
                               kon- struksi
Bangkrut
                           bangk- rut
                             bang- krut

e. Penyukuan Kata yang Berimbuhan dan Berpartikel
Imbuhan (awalan dan akhiran), termasuk yang mengalami perubahan bentuk, dan partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dalam penyukuan kata dipisahkan sebagai satu kesatuan.


Misalnya :
Kata
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Mengail
                          meng-ail
                             me- ngail (kata dasar kail)
Belajar
                              be- lajar
                            bel- ajar (kata dasar ajar)
santapan
                          santa- pan
                        santap- an

f. Penyukuan Nama Orang
Nama orang tidak dipenggal atas suku-sukunya dalam pergantian baris. Yang dibolehkan adalah memisahkan nama orang itu atas unsur nama pertama dan unsur nama kedua dan seterusnya.
Misalnya :
Nama
Pemisahan yang Salah
Pemisahan yang Benar
Yuyun Nailufar
                  Yuyun Nai- lufar                   
                          Yuyun Nailufar
Isa Anshori
                         Isa An- shori
                                Isa Anshori
Hadi Nurzaman
                    Hadi Nur- zaman
                             Hadi Nurzaman

4. Penulisan Nama Diri
Penulisan nama diri, nama sungai, gunung, jalan, dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Penulisan nama orang, badan, hokum, dan nama diri lain yang sudah lazim, disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali apabila ada pertimbangan khusus. Pertimbangan-pertimbangan khusus itu menyangkut segi adat, hokum, atau kesejarahan.
Misalnya :
Universita Lambung Mangkurat
Cut Nyak Dien.


2.4.2 Penulisan Huruf
   Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, penulisan huruf menyangkut dua masalah.
1. Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
            Penulisan huruf kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan rsmi kadang-kadang menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku. Kaidah penulisan huruf kapital itu adalah sebagai berikut.
a.    Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat berupa petikan langsung.
     Misalnya :   
1) Dia bertanya, ‘’Kapan kita pulang.”
2) Ketua DEN, Email Salim mengatakan, “Perekonomian dunia kini belum sepenuhnya lepas dari cengkeraman resesi dunia.”

b.   Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang  berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci dan Tuhan, termasuk kata ganti-Nya. Huruf pertama pada kata ganti ku, mu, dan nya, sebagai kata ganti Tuhan, harus dituliskan dengan huruf kapital, dirangkaikan dengan tanda hubung (-).
Misalnya :
1) Limpahkanlah rahmat-Mu, ya Allah.
2) Dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang menganjurkan agar manusia berakhlak terpuji.

c.    Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, agama), jabatan, dan pengkat yang diikuti nama orang.
\Misalnya :
1) Pergerakan itu dipimpin oleh Haji Agus Salim.
2) Pemerintah memberi anugerah kepada Mahaputra Yamin.

d.   Kata-kata van, den, da, de, di, bin,dan  ibnu yang digunakan sebagai nama orang tetap ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya :
1) Tanam Paksa di Indonesia diselenggarakan oleh van den Bosch
2) Harta yang melimpah milik Jufri ibnu Sulaiman sebagian besar akan disumbangkan ke panti asuhan.

e.  Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya :
1)      Dalam bahasa Sunda terdapat kata lahan.
2)      Kita bangsa Indonesia, harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.

f.  Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah.
Misalnya :
1) Biasanya, umat Islam seluruh dunia merasa sangat berbahagia pada hari Lebaran.
2) Tahun 1998 Masehi adalah tahun yang suram bagi perekonomian kita.

g. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas geografi.
Misalnya :
1) Di Teluk Jakarta telah dibangun suatu proyek perikanan laut.
2) Sampah di Sungai Ciliwung akan diolah menjadi bahan pupuk dan kertas.

h. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan serta nama dokumentasi resmi.
Misalnya :
1) Pasal 36 Undang- Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.
2) Semua anggota PBB harus mematuhi isi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

i.  Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata partikel seperti di, ke, dari, untuk dan yang, yang terletak pada posisi awal.
Misalnya :
1) Idrus mengarang buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
2) Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan diterbitkan oleh Balai Pustaka.

j. Huruf besar atau huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan, kecuali gelar dokter.
Misalnya :
1) Proyek itu dipimpin oleh Dra. Jasika Murni.
2) Hadi Nurzaman, M.A. diangkat menjadi pemimpin kegiatan itu.

k. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. Singkatan pak, bu, kak, dik, dan sebagainya hanya digunakan sebagai sapaan atau jika diikuti oleh nama orang/nama jabatan. Kata Anda juga diawali huruf kapital.
Misalnya :
1) Surat Saudara sudah saya terima
2) Selamat pagi, Pak!

2. Penulisan Huruf Miring
a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,   majalah dan surat kabar yang dikutip dalam karangan. Dalam tulisan tangan atau ketikan, kata yang harus ditulis dengan huruf miring ditandai dengan garis bawah satu.
Misalnya :
1) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa meneebitkan majalah Bahasa dan Kesusatraan  
2) Buku Negarakertagama dikarang oleh Mpu Prapanca.

b. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya :
1) Buatlah kalimat dengan kata dukacita.
2) Kata daripada digunakan secara tepat dalam kalimat Penyelenggaraan Pemilu 1999 lebih baik daripada pemilu-pemilu sebelumnya.

c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama-nama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah, kecuali yang disesuaikan ejaannya.
Misalnya :
1) Nama ilmiah buah manggis adalah Carcinia mangestana.
2) Weltanschauung diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’.


2.4.3 Penulisan Kata
a.  Kita mengenal bentuk kata dasar, kata turunan atau kata berimbuhan, kata ulang, dan gabungan kata. Kata dasar ditulis sebagai satu satuan yang berdiri sendiri, sedangkan pada kata turunan imbuhan (awalan, sisipan, atau akhiran) dituliskan serangkai dengan kata dasar. Kalau gabungan kata  hanya mendapat awalan atau akhiran, awalan atau akhiran itu dituliskan serangkai dengan kata yang bersangkutan.
Misalnya :
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
di didik
dididik
di suruh
disuruh
di lebur
dilebur
ke sampingkan
kesampingkan
hancurleburkan
hancur leburkan
berterimakasih
berterima kasih

Kalau gabungan kata sekaligus mendapat awalan dan akhiran, bentuk kata turunannya itu harus dituliskan serangkai.






Misalnya :
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
menghancur leburkan
menghancurleburkan
pemberi tahuan
pemberitahuan
mempertanggung jawabkan
mempertanggungjawabkan
kesimpang siuran
kesimpangsiuran
ketidak adilan
ketidakadilan

b. Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Pemakaian angka dua untuk menyatakan bentuk perulangan, hendaknya dibatasi pada tulisan cepat atau pencatatan saja. Pada tulisan yang memerlukan keresmian, kata ulang ditulis secara lengkap.


Misalnya :
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
jalan2
jalan-jalan
di-besar2-kan
dibesar-besarkan
me-nulis2
menulis-nulis
gerak gerik
gerak-gerik
berkejar kejaran
berkejar-kejaran

c.  Gabungan kata termasuk yang lazim disebut kata majemuk bagian-bagiannya dituliskan terpisah.








Misalnya :
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
dayaserap
daya serap
tatabahasa
tata bahasa
simpangempat
simpang empat
jurutulis
juru tulis
keretaapicepat
kereta api acepat

Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata dituliskan serangkai
Misalnya :
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
mana kala
manakala
dari pada
daripada
segi tiga
segitiga

Bila bentuk tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar, diantara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).

Misalnya :
non-RRC
non-Afrikanisme

d.  Kata ganti ku dan kau- yang ada pertaliannya dengan aku dan engkau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; kata ganti ku, mu dan nya- yang ada pertaliannya dengan aku, kamu, dan dia- ditulis serangkai dengan yang mendahuluinya.


Misalnya :
1) Pikiranmu dan kata-katamu berguna untuk memajukan negeri ini.
2) Kalau mau, boleh kauambil buku itu.

e. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang berat dan isi
                                    (b) satuan waktu, dan
                                    (c) nilai uang
Misalnya :
Hotel Sahid Jaya, Kamar 125
Bab XV, Pasal 26

f. Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an
Misalnya:
1) Sutan Takdir Alisyahbana adalah pujangga tahun 30-an.
2) Bolehkah saya menukar uang dengan lembaran 1.000-an?

g. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu kata atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian atau pemaparan.
Misalnya :
1) Dia sudah memesan dua ratus bibit cengkeh.
2) Ada sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima di akademi itu.

h. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, tidak terdapat lagi pada awal kalimat.
Misalnya :
1) Dua belas korban yang tertimbun reruntuhan rumah belum dapat dievakuasi.
2) Dua puluh balita di desa itu terkena busung lapar.

i. Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kwitansi,bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks.
Misalnya ;
Bentuk Tidak Baku
-          Jumlah mahasiswa baru FKIP Kimia di Unlam 70 (tujuh puluh).
Bentuk Baku
-          Jumlah mahasiswa baru FKIP Kimia di Unlam tujuh puluh orang.


2.4.4 Penulisan Unsur Serapan
Berdasarkan taraf integritasinya unsur pinjaman (serapan) dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu
1. Unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de I’homme par I’homme. Unsure ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
2. Unsur asing yang pengucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia diusahakan agar ejaan asing hanya diubah seperlunya hingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Di samping itu, akhiran yang bersal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar, implement dan objek.
Contoh
Kata Asing
Penyerapan yang Salah
Penyerapan yang Benar
Risk
Resiko
risiko
system
Sistim
sistem
effective
Efektip
efektif
survey
Survey
survai
practical,  practisch
Praktek
praktik


2.4.5 Pemakaian Tanda Baca
Pemakaian tanda baca dalam ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan , yaitu
1. Tanda Titik
a. Dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya :  1) W.S. Rendra
                   2) Abdul Hadi W.M.
b. Dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan.
Misalnya :  1) dr. (Doktor)
                   2) M.Hum. (magister humaniora)
c. Dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah umum, yang ditulis dengan huruf kecil. Singkatan yang terdiri dari dua huruf diberi dua buah tanda titik, sedangkan singkatan yang terdiri atas tiga buah huruf atau lebih hanya diberi satu tanda titik.
Misalnya :
Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
s/d (sampai dengan)
s.d. ( sampai dengan)
d.k.k (dan kawan-kawan)
dkk. (dan kawan-kawan)
u/p (untuk perhatian)
u.p. (untuk perhatian)
d. Dipakai pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan dst. Tapi jika angka itu tidak menyatakan suatu jumlah, tanda titik tidak digunakan.
Misalnya :  1) Tebal buku itu 1.150 halaman.
                   2) Mobil tangki itu dapat membawa bensin sebanyak 5.000 liter.
                  3) tahun 2000

e. Digunakan pada singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata atau suku kata dan pada singkatan yang dieja sperti kata (akronim).
Misalnya :  1) DPR
                       2) Sekjen Depdikbud

f. Tidak digunakan di belakang singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.
Misalnya :  1) Lambang Ni adalah lambing nikel.
                       2) laptop itu dijual seharga Rp5.000.000,00 per buah.

g. Tidak digunakan di belakang judul yang merupakan kepala karangan, kepala ilustrasi table dan sebagainya.
Misalnya :  1) Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
                       2) Pemerintah Kota Banjarmasin

h. Tidak digunakan di belakang alamat pengiriman dan tanggal surat serta di belakang nama dan alamat penerima surat.
Misalnya :  1) Senin, 11 Oktober 2010
                       2) Yth. Drs.Mulyadi
                           Jalan Cemara 24
                           Banjarmasin
2. Tanda Koma
a. Harus digunakan diantara unsure-unsur dalam suatu perincian atau       pembilangan.
Misalnya :  1) Pendidikan MIPA itu terdiri atas matematika, fisika, biologi, dan kimia
                   2) Negara Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

b. Harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi, melainkan, dan sedangkan.
Misalnya :  1) Acara P2B itu sangat melelahkan, tetapi acara itu sangat  bermanfaat.
                   2) Rapat di gedung MPR itu bukan membahas mengenai pendidikan di Indonesia, melainkan membahas UU pornografi.  

c. Harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata penghubung bahwa, karena, agar, sehingga, walaupun, apabila, jika, meskipun, dan sebagainya.

Misalnya :  1) Walaupun banyak tugas, mahasiswa itu tidak pernah mengeluh
                       2)  Agar dapat nilai IP yang bagus, Anda harus rajin belajar.

d. Harus digunakan di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, namun, meskipun, dan sebagainya.

Misalnya :  1) Selanjutnya, amati perubahan warna pada larutan tersebut.
                                               2) Jadi, jumlah pengangguran di Indonesia setiap tahun   bertambah 10%.

e.   Harus digunakan di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya :  1) Aduh, sakitnya tanganku.
                   2) Wah, indahnya lukisan di dinding itu.

f. Digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya :  1) Kata satpam, “Aku dilarang masuk ke rumah itu.”
                       2) “Kami akan melestarikan hutan bakau yang ada di Medan tersebut,” kata Kepala Dinas Kehutanan, Drs. Feriyandi, setelah menghadiri rapat dengan para karyawannya.

g. Digunakan diantara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal, dan nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya :  1) Pantai Karang RT10, RW12 Jombang, Solo 56614
                   2) Banjarmasin, 12 Oktober 2010
h. Digunakan untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya :   1) Trigan, Christian. 1991. Kamus Biologi. Bandung: M2S.
      2) Nurhayati, Nunung. 2007. Biologi Bilingual. Bandung: Yrama Widya.

i. Digunakan diantara nam orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga.
Misalnya :  1) Vera Rianty, M.Pd.
                         2) M. Sofiyan, S.E.

j. Digunakan untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi.
Misalnya : 1) Seorang warga, selaku wakil RT 04, memberikan     keterangan.
                  2) Di kota kami, Martapura, banyak terdapat intan.

k. Tanda koma tidak boleh digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari       induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat.
Misalnya :  1) Umurnya sudah tua sehingga tenaganya tidak kuat lagi.
                                      IK                                                AK

3. Tanda Titik Koma (;)
Digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya :
Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus ditempuh;para pelaksana mengerjakan tugas sebaik-baiknya;para penyandang dana menyediakan biaya yang diperlukan.

4. Tanda Titik Dua (:)
a. Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau  pemerian.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai tiga jurusan: Sekolah Tinggi Teknik,Sekolah Tinggi Ekonomi, dan Sekolah Tinggi Hukum.
b. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai Sekolah Tinggi Teknik,Sekolah Tinggi Ekonomi, dan Sekolah Tinggi Hukum.

5. Tanda Hubung (-)
a. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.

b. Tanda hubung dipakai untuk merangkai
(a) se dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(b) ke dengan angka
(c) angka dengan -an
(d) singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata.
Misalnya :
(1) Pada bulan depan akan dilaksanakan lomba karya ilmiah se-Kalimantan Selatan
 (2)  Ke-315 orang itu berasal dari Mesir.  

6. Tanda Pisah (-)
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang member penjelasan khusus di luar bangun kalimat, menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas, dan dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai dengan’ atau di antara dua nama kota yang berarti ‘ke’ atau ‘sampai’, panjangnya dua ketukan.
Misalnya :
            (1) Kemerdekaan bangsa itu – saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
      (2) Bus Kramatjaji jurusan Banjar – Jakarta.

7. Tanda Petik ( “…”)
Dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
Misalnya :
Kata Hasan, “Saya ikut.”
Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar.

8. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
Tanda petik tunggal mengapit terjemah atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya :
rate of inflation ‘laju inflasi’

9. Tanda Apostrof (‘)
Tanda apostrof (‘) digunakan untuk menyingkat kata. Tanda ini banyak digunakan dalam ragam sastra.


Misalnya :
waktunya ‘kan tiba dari waktunya akan tiba
‘lah tiba dari telah tiba

10. Garis Miring
Dipakai untuk menyatakan
(a) dan atau atau;
(b) per yang artinya ‘tiap’;
(c) tahun akademik / tahun ajaran;
(d) nomor rumah setelah nomor jalan;
(e) nomor surat.


Contoh :
(a) Presiden / Wakil Presiden RI dapat memimpin siding kabinet.
(b) Harga laptop Rp5.000.000,00/unit.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Pengertian ejaan adalah kaidah atau seperangkat aturan bunyi pada kata, kalimat, dan sebagainya dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda-tanda baca. Juga suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar pelafalan. Sehingga ejaan ini akan terus dikembangkan sesuai tuntutan pemakaiannya untuk memudahkan orang-orang mengetahui apa yang dilisankan dan bagaimana menuliskannya.
2. Dalam sejarah Republik Indonesia, perubahan ejaan terjadi sebanyak tiga kali, yaitu
a. ejaan van Ophuijsen (ejaan Balai Pustaka) digunakan pada masa Belanda sampai tahun 1947 yang diresmikan pada tahun 1901
b. ejaan Soewandi (ejaan Repoeblik) berlaku sejak 19 Maret 1947,dan
c. ejaan Melindo berlaku sejak 17 Agustus 1972.
3. Hal-hal yang berhubungan dengan ejaan, yaitu
a. Pemakaian huruf (nama-nama huruf, lafal singkatan dan kata, persukuan, dan penulisan nama diri).
b. Penulisan huruf (penulisan huruf besar atau huruf kapital dan penulisan huruf miring).
c. Penulisan kata (kata dasr, kata ulang, kata gabungan, kata ganti ku dan kau-;mu dan nya- , kata depan di;ke;dan dari, partikel pun, partikel per, dan angka serta lambang bilangan).
d. Penulisan unsur serapan.
e. Pemakaian tanda baca (tanda titik, tanda koma, tanda titik koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda apostrof, dan garis miring).
4. Fungsi kata ejaan dalam bahasa Indonesia, yaitu
a. Untuk menyesuaikan ejaan dengan perkembangan bahasa Indonesia
b. untuk menertibkan penulisan huruf dan tanda
c. untuk melakukan pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh,dan
d. untuk mendorong pengembangan bahasa Indonesia.
5. Dengan mempelajari tata ejaan ini membuat kita menjadi lebih tahu cara untuk melisankan kata-kata yang ingin diucapakan secara sopan dan bagus sesuai kaidah penggunannya serta setelah dapat melisankannya kita dapat dengan mudah menuliskannya sesuai tata ejaan yang telah dipelajari yaitu berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan. 


DAFTAR PUSTAKA
http//:thawonk.blogspot.com









            





















 






like this yahh