RISIKO SUKU BUNGA

RISIKO SUKU BUNGA

11:13 PM 0


BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Risiko pada perubahan suku bunga memiliki pengaruh besar bagi suatu perusahaan. Naik dan turunnya suku bunga secara tidak stabil memiliki efek bagi setiap keputusan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, penciptaan pada suatu kestabilan suku bunga merupakan harapan dan dambaan bagi banyak pebisnis. Dalam bab ini kita akan membahas tentang risiko suku bunga dan berbagai sebab yang bisa melatarbelakanginya serta sejauh mana pengaruh tersebut timbul dalam bentuk turut mempengaruhi bidang lainnya.
Setelah membaca bab ini diharapkan mahasiswa/i mampu memahami dengan baik tentang :
1.   Risiko suku bunga dari berbagai perspetif
2.   Hubungan risiko suku bunga dan obligasi
3.   Pengaruh suku bunga dengan kebijakan penawaran uang
4.   Berbagai bentuk pernyataan yang diberikan serta mampu menyelesaikan kasus yang ada, hingga memberikan solusinya.

B.        Rumusan Masalah

1.   Apa defenisi risiko suku bunga ?
2.   Jelaskan bagaimana risiko suku bunga itu bisa terjadi!
3.   Jelaskan bagaimana bentuk risiko yang terjadi pada pemegang obligasi ?
4.   Apa saja faktor yang menyebabkan perubahaan pada suku bunga domestik?

C.       Tujuan

1.      Mengetahui defenisi risiko suku bunga.
2.      Mengetahui bagaimana risiko suku bunga itu bisa terjadi.
3.      Mengetahui bagaimana bentuk risiko yang terjadi pada pemegang obligasi.
4.      Mengetahui faktor yang menyebabkan perubahaan pada suku bunga domestik.







BAB II
PEMBAHASAN

1.         Defenisi risiko suku bunga
           Risiko suku bunga adalah risiko yang dialami akibat dari perubahan suku bunga yang terjadi di pasaran yang mampu memberi pengaruh bagi pendapatan perusahaan. Adapun pengertian risiko suku bunga menurut Mashud Ali adalah terjadi sebagai akibat dari terdapatnya mismatched atas maturities pada interest rate related products di sisi aktiva dan passiva neraca bank.
2.         Risiko pada situasi suku bunga dan saham
           Pada saat seorang memutuskan untuk menempatkan dananya di bank dalam bentuk time deposit (deposito) maka artinya ia sudah melihat sisi keuntungan dan kenyamanan, terutama jika ia membandingkan berinvestasi di tempat lain seperti membeli saham. Kondisi pasar saham yang berfluktuasi menyebabkan tingkat risiko memiliki posisi tersendiri, tingkat return yang diharapkan juga penuh dengan kondisi yang berfluktuasi, dengan kata lain jika estimasi keuntungan yang diharapkan tidak tercapai atau actual returnnya adalah tidak diperoleh bahkan terlalu jauh maka kerugian finansialah yang akan diperoleh.
           Maka kita dapat memberikan suatu garis penegasan dalam konteks manajemen risiko, yaitu :
a.       Pada saat suku bunga mengalami kenaikan dan harga saham di pasar (market price) mengalami penurunan, maka investor akan cenderung memindahkan dananya dari saham ke deposito (time deposit).
b.      Pada saat kondisi pasar saham mengalami kenaikan atau bergairah maka investor cenderung akan memindahkan dananya yang tersimpan di deposito (time deposit) ke saham. Dengan alasan berinvestasi di saham adalah memiliki tingkat keuntungan yang lebih tinggi.
c.       Investor adalah mereka yang memiliki karakteristik “penghindar risiko”, dan menyukai keuntungan yang suistainable (berkelanjutan).

3.         Suku bunga dan jangka waktu obligasi
           Suku bunga dan jangka waktu obligasi memiliki keterkaitan dalam mmberikan ketetapan. Untuk ini ada dua bentuk keputusan yang biasa berlaku atau diterapkan oleh pemerintah dan perusahaan, yaitu obligasi dengan jangka waktu pendek (short term) dan obligasi dengan jangka waktu panjang (long term). Dimana obligasi jangka waktu pendek memiliki suku bunga yang lebih rendah dari pada obligasi yang jangka panjang, contohnya pada tanggal 26 februari 2009, misalnya pemerintah menerbitkan obligasi dengan tenor 5 dan 10 tahun. Untuk tenor 5 tahun telah diserap pasar senilai 1 milyar dollar AS dengan yield (bunga) 10,5 persen. Sedangkan untuk tenor 10 tahun diserap pasar 2 miliar dollar AS dengan yield lebih tinggi 11,75 persen.
           Untuk memahami ini secara lebih dalam ada tiga alasan mengapa suku bunga obligasi dengan tenor 5 hingga 10 tahun berbeda suku bunganya, yaitu :
·         Pertama, obligasi adalah surat utang. Dalam konsep utang semakin lama jangka waktunya semakin tinggi suku bunga yang biasanya ditetapkan. Karena melihat pada nilai utang yang semakin jauh waktunya maka semakin turun nilainya. Semakin lama investor menanamkan uangnya dalam obligasi, semakin besar kerugian yang ditanggungnya dan semakin besar pula penurunan dalam harga obligasi.
·         Kedua, konsep time line (garis waktu)  yang terus bergerak ke depan, yaitu melihat pada penggunaan uang semakin cepat digunakan semakin baik, karena semakin cepat bisa diturnover-kan. Bisa cepat diturnover secara otomatis risiko juga menjadi lebih tinggi, sedangkan investor adalah mereka yang memiliki karakteristik penghindar risiko, dengan begitu rekomendasi yang dibuat adalah sulit memperoleh keuntungan dalam jangka waktu yang singkat, yaitu 5 tahun, maka investor guna menghindari kerugian atau memutuskan untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk yield yang hanya 10,5% saja.
·         Ketiga, konsep inflasi bahwa inflasi itu sifatnya struktural dan terus naik dari waktu ke waktu, sementara inflasi adalah menurunnya nilai uang dan naiknya harga barang, maka artinya nilai mata uang semakin lama semakin terjadi penurunan.

4.         Konsep manajemen risiko pada suku bunga obligasi
           Ada beberapa alasan yang bisa kita pahami mengapa suku bunga obligasi memiliki angka suku bunga yang berbeda pada masa kurun waktu 5 hingga 10 tahun, jika ini kita lihat dari segi perspektif manajemen risiko, yaitu :
·         Pertama, dengan kondisi suku bunga obligasi yang cenderung stabil maka masyarakat akan merasa lebih nyaman serta lebih menguntungkan dari pada menempatkan uang tersebut dipasar atau dengan asumsi menginvestasikan uang tersebut ke pasar akan jauh memiliki tingkat risiko yang tinggi.
·         Kedua, jika seorang membeli obligasi dengan masa tenor 10 (sepuluh) tahun dan suku bunga fixed yang di tetapkan adalah 11,75% maka artinya pemegang obligasi tersebut adalah akan selalu menerima keuntungan secara stabil selama sepuluh tahun sebesar angka tersebut. Disamping penerimaan dari keuntungan bunga obligasi tersebut ia juga memiliki kesempatan untuk mengalokasikan dananya ke tempat lain yang juga memiliki sisi profitable dan risiko yang rendah.
·         Ketiga, penjual obligasi dengan masa waktu 5 hingga 10 tahun dan jarak suku bunga yang juga tidak begitu tinggi ini akan memberi kenyamanan dari segi mengelola dana dari hasil penjualan obligasi sesuai dengan master plan yang dikonsepkan sejak awal tanpa harus terburu-buru dan bekerja secara under pressure (dibawah tekanan). Karena jika bekerja terlalu dibawah tekanan kadang kala dikhawatirkan pekerjaan tersebut tidak akan terselesaikan secara maksimal, teliti, dan akurat. Contohnya perusahaan pengeboran migas melakukan penjualan obligasi sebesar Rp. 1 triliun dengan tenor 10 tahun dan suku bunga yang ditetapkan adalah 11% (sebelas persen), maka sebagaimana kita ketahui secara konsep manajemen risiko pada perusahaan migas memiliki beberapa sumber risiko pada perusahaan migas memiliki beberapa sumber risiko yang terjadi secara umum seperti :
a.    Cadangan migas yang sewaktu-waktu bisa habis lebih cepat dari yang diperkirakan karena faktor pergerakan kulit bumi atau bergesernya kerak bumi, dan berbagai kejadian lainnya yang bersifat spesifik.
b.   Kebocoran dan patahan pipa yang terjadi pada saat dilakukan pengeboran atau pada saat sudah dilakukan pengeboran atau juga pada masa proses produksi berlangsung baik disebabkan oleh human error maupun karena mesin, ini seperti yang terjadi pada kasus lumpur panas oleh PT.Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur. Dan itu mengharuskan perusahaan mengeluarkan biaya besar untuk melakukan pergantian pada berbagai kerusakan yang telah terjadi khususnya masyarakat sebagai bentuk risk cost perusahaan.
c.    Naik turunnya harga migas dipasaran internasional secara tidak stabil mampu memberi pengaruh pada pencatatan akuntansi perusahaan.
·         Keempat, pemegang serta pembeli obligasi umumnya adalah mereka yang memiliki kelebihan dana dan menginginkan dana tersebut diamankan ke tempat yang memiliki risiko yang seminimal mungkin, yang salah satunya adalah membeli obligasi khususnya obligasi yang dijual oleh pemerintah.

5.         Risiko pada Hubungan Obligasi dan Saham
           Obligasi adalah suatu surat berharga yang dijual kepada publik, dimana disana dicantumkan beberapa ketentuan yang menjelaskan berbagai hal seperti nilai nominal, tingkat suku bunga, jangka waktu, nama penerbit dan beberapa ketentuan lainnya yang menjelaskan dalam undang-undang yang disahkan oleh lembaga terkait.
           Obligasi yang memiliki tingkat suku bunga tetap dan obligasi yang memiliki tingkat suku bunga berubah berdasarkan keadaan pasar mampu memberi pengaruh khusus pada keputusan yang dibuat oleh seorang investor. Adapun tindakan investor dalam kondisi seperti itu adalah :
ü  Pada saat seorang investor memegang obligasi dengan suku bunga tetap dan pasar saham mengalami kenaikan atau tingkat kegairahan pasar saham mengalami peningkatan maka investor cenderung akan mengalihkan sejumlah dananya dari obligasi ke saham.
Contoh : suku bunga obligasi adalah 10,5% dengan masa tenor 5 (lima) tahun dan bersifat fixed (tetap), sedangkan pasar saham sedang mengalami kegairahan dan diperkirakan akan terus mengalami pertumbuhan yang konstan dalam masa 3-5 tahun ini. Kondisi ini menyebabkan investor yang profitabel akan cenderung untuk memilih membawa dana yang dimiliki untuk diletakkan di pasar saham.
        Pada saat obligasi mengikuti kondisi harga pasar, naik dan turunnya suku bunga yang berlaku di pasaran mampu member arti bagi perolehan keuntungan yang didapat. Ini sebagaimana dikatakan oleh Eduardus Tandelilin bahwa “…, jika suku bunga yang berlaku meningkat maka harga obligasi juga akan turun, dan sebaliknya. Logikanya adalah bahwa jika suku bunga meningkat, maka tingkat return yang disyaratkan investor atas suatu obligasi juga akan meningkat”. Pemikiran yang dikemukakan oleh Eduardus Tandelilin memiliki keterkaitan kuat dengan apa yang dikemukakan oleh Masyhud Ali bahwa “… turunnya nilai pasar obligasi yang berbunga mengambang (floating interest rate bonds) dan naiknya nilai pasar obligasi yang berbunga tetap (fixed interest rate bonds). Hal ini berlaku jika terjadi penurunan tren tingkat suku bunga bank”.
        Memang permasalahan yang utama pada obligasi yang bersifat floating interest rate bonds adalah mengikuti kondisi dan situasi yang berlaku di pasar. Pasar dengan segala pergerakannya mampu memberi efek pengaruh pada profit and loss (keuntungan dan kerugian) yang akan ditimbulkannya, seperti pada perbankan mampu memberi perubahan pada portofolio. Sehingga dalam konteks ini yang perlu kita pahami bahwa perbankan merupakan salah satu lembaga yang bergerak dalam lingkungan bisnis yang sophisticated dan untuk menghindari agar posisi bank tetap memiliki likuiditas yang kuat salah satunya dengan menerapkan manajemen hedging (lindung nilai). Penetapan hedging mampu memberi pengaruh pada penurunan risiko atau mengantisipasi risiko.
6.         Dampak perubahan suku bunga bagi perusahaan
           Menurut Mamduh M. Hanafi perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perusahaan menghadapi dua tipe risiko, yaitu :
a.       Risiko perubahan pendapatan : pendapatan bersih (hasil investasi dikurangi biaya) berubah yaitu berkurang dari yang diharapkan).
b.      Risiko perubahan nilai pasar berubah karena perubahan tingkat bunga, yaitu berubah karena lebih kecil (turun nilainya).

7.         Risiko pada perubahan suku bunga dan permintaan uang
           Secara sederhana kita bisa menyimpulkan bahwa permintaan uang sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi berlakunya suku bunga dipasaran dan begitu pula sebaliknya. Kita dapat menarik beberapa kesimpulan dari pergerakan perubahan naik turunnya suku bunga yaitu :
a.       Pertama, pada saat tingkat suku bunga diturunkan dari titik A ke titik C maka publik akan memberi berbagai reaksi di antaranya menempatkan kelebihan dana yang dimilikinya untuk membeli asset-aset yang diperkirakan akan memberikan keuntungan. Baik keuntungan tersebut bersifat tatap dan stabil seperti membeli obligasi maupun beberapa surat berharga lainnya. Atau menempatkan dananya pada dunia usaha yang di anggap memiliki tingkat profitable yang berprospek.
b.      Kedua, pada saat suku bunga diturunkan dari titik A ke titik C bahkan ke titik D maka banyak pihak yang berkeinginan menarik dana atau simpanan dari bank untuk selanjutnya dipakai guna mengembangkan usaha atau meminjamkan dananya tersebut kepihak yang di anggap memiliki kapabilitas dalam mengelola dan mengatur keuangan secara baik serta tentunya mampu memberikan keuntungan secara menarik dan aman.
c.       Ketiga, pada saat suku bunga diturunkan dari titik A ke titik C bahkan ke titik D bahkan lebih jauh lagi maka ini akan bisa mengakibatkan persoalan jika tidak di lakukan kontrol secara hati-hati. Karena mereka yang membeli asset dan mereka yang menerima uang dari hasil penjualan asset tersebut harus dilihat dari berbagai segi terutama kemampuan mengelola dana yang telah diperoleh tersebut. Seperti perolehan dana dari hasil penjualan obligasi maka control atau pengawasan secara ketat terhadap dana yang diperoleh tersebut adalah mutlak untuk dilakukan agar risiko kehilangan dana tidak terjadi. Ini juga bisa terjadi seperti kasus terlambatnya pembayaran bunga obligasi sebagai bentuk pencerminan kegagalan dalam kemampuan mengelola dana penjualan obligasi secara tepat.
d.      Keempat, pada saat tingkat suk buna dinaikkan dari titik A ke titik B maka diperkirakan akan terjadi beberapa hal yaitu :
1)         Perubahan bagi pemegang kelebihan likuiditas, yaitu mereka cenderung akan menyimpan uangnya diperbankan karena di anggap lebih menarik. Ini bisa terjadi pada saat suku bunga deposito dinaikkan maka public akan berusaha memindahkan uang yang dimiliki ke deposito, dengan alasan mendepositokan uang diperbankan jauh lebih aman dan lebih stabil, seperti setiap penerimaan bunga sebagai keuntungan yang diterima.
2)         Menaikkan suku bunga dari titik A ke titik B dapat dilihat dari sudut kebijakan pemerintah dengan tujuan berbagai bentuk antara lain seperti :
o   Menerapkan berbagai bentuk kebijakan kewaspadaan (kehati-hatian) dalam bidang moneter karena diperkirakan jika diturunkannya suku bunga pinjaman terlalu jauh dan dibiarkan terlalu lama mampu menyebabkan terjadinya inflasi karena publik begitu mudah.
o   Mendapatkan dana dan faktor pengalokasian dana yang belum tentu tepat sesuai dengan proyek usaha yang dikerjakan, seperti timbulnya gagal usaha sehingga kemampuan membayar angsuran kredit mengalami permasalahan, ini menyebabkan telah terjadinya kredit macet.
        Kondisi naik dan turunnya suku bunga yang ditetapkan oleh perbankan lebih jauh mampu memberi pengaruh pada kondisi perkembangan bisnis disuatu Negara. Pada saat penawaran uang ditingkatkan maka jumlah produksi akan terjadi peningkatan dengan asumsi daya beli masyarakat juga akan terjadi peningkatan. Kondisi ini terjadi pada saat D1 bergerak ke D2 dan D3 serta kuantitas permintaan uang oleh publik juga terjadi peningkatan yaitu dari Q1 bergerak ke Q2 dan Q3, dimana otomatis ini juga akan diikuti oleh pergerakan oleh R1 ke R2 hingga ke R3.


8.         Risiko Carry Trade
           Risiko carry trade adalah bentuk perilaku investor dalam melakukan investasi dengan cara meminjam dana dari suatu Negara dan yang memiliki tingkat suku bunga yang rendah dan selanjutnya membawa dana tersebut untuk diinvestasikan atau ditanamkan pada Negara yang memiliki tingkat suku bunga tinggi, dengan harapan akan memperoleh selisih keuntungan di sana.
           Persoalannya adalah jika suku bunga kembali ke posisi normal atau rendah maka dana yang berasal dari carry trade tersebut akan ditarik kembali untukdi bawah ke tempat asalnya. Kasus carry trade ini hamper memiliki kesamaan dengan hot money (arus dana asing jangka pendek).
           Pengaruh yang terjadi pada moneter suatu Negara yang masih menerapkan suku bunga tinggi adalah dimana bank sentral Negara tersebut mencoba terus mempertahankan kondisi suku bunga tinggi, dengan maksud agar surplus transaksi terus terjaga. Ini sebagaimana dikatakan oleh M. Fajar Marta bahwa
“ Salah satu cara yang dilakukan BI dalam menjaga surplus transaksi portofolio adalah mempertahankan rezim suku bunga. Buktinya, suku bunga acuan (BI rate) yang kini 6,5 persen merupakan yang tertinggi dikawasan asia di bandingkan dengan Thailand yang 1,75 persen dan Malaysia yang 2 persen. Tingginya BI rate pada akhirnya mengerek suku bunga berbagai instrument di pasar keuangan domestik. Imbal hasil surat utang Negara (SUN) tenor 10 tahun, misalnya, mencapai sekitar 13 persen. BI enggan menurunkan BI rate lebih jauh meskipun inflasi 2009 hanya 2,78 persen. Kebijakan ini akhirnya menjadi boomerang bagi BI sendiri. Likuiditas di pasar keuangan yang melimpah tanpa disertai aktivitas sector riil yang seimbang akhirnya memaksa BI untuk menyerap kembali likuiditas tersebut dengan menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Alhasil, SBI menumpuk mencapai Rp. 270 triliun dengan porsi asing terus membesar. Ongkos yang harus dikeluarkan pun membengkak mencapai lebih dari Rp. 18 triliun dengan porsi asing terus membesar. Ongkos yang harus dikeluarkan pun membengkak mencapai lebih dari Rp. 18 triliun pada 2009. Tak hanya biaya moneter yang membengkak. Lebih parah lagi, strategi BI untuk sebenarnya kontraproduktif bagi perkembangan sector riil yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi berkualitas.
           Investasi yang harus dikedepankan untuk saat ini di Indonesia adalah sector riil. Sector riil masih di anggap memiliki peran penting dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya sector bisnis lain. Dimana salah satu hambatan perkembangan bisnis ini adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memadai seperti jalan, jembatan, dermaga atau pelabuhan, terminal angkutan, listrik, telepon, rumah sakit, sekolah dan lain-lain, yang sampai saat ini belum begitu merata. Ketidakmerataan itu terlihat di Kawasan Timur Indonesia (KTI) seperti di provinsi papua. Masih banyak masyarakat yang belum menikmati suksesnya pembanguan, padahal di sana banyak potensi yang bisa digarap dan didayagunakan, seperti pembukaan bisnis perkebunan, pertanian, kelautan, dan sebagainya.
           Sehingga apa yang dikemukakan oleh M. Fajar Marta dengan berbagai alasan pemikirannya tidak akan terjadi. Memang sebaiknya yang utama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mendukung real investment. Karena real investment mampu membuka lapangan pekerjaan serta menekan angka pengangguran juga menaikkan income perkapita masyarakat yang terlihat di sana.
9.         Faktor yang menyebabkan perubahan pada suku bunga domestik
           Ada 3 faktor yang mampu memberi pengaruh pada suku bunga domestik suatu Negara, yaitu :
a.       Kondisi ekonomi global
b.      Stabilitas ekonomi dalam negeri
c.       Stabilitas sosial dan politik dalam dan luar negeri.
Bila ketiga hal ini terjadi terus dan tidak mendapat penanganan yang serius terutama dari lembaga yang berwenang khususnya Bank Sentral yaitu Bank Indonesia maka diperkirakan secara jangka panjang akan memberi efek pada stabilitas suku bunga. Kondisi stabilitas suku bunga yang bersifat tidak stabil yaitu berubah dari yang diharapkan oleh banyak pihak khususnya para pelaku ekonomi seperti pebisnis (baik kelas atas, menengah, dan bawah) akan berujung kepada penurunan pendapatan yang akan diperoleh.
Tabel Perkembangan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia (BI Rate)
Waktu
BI Rate (persen)
Juli 2006
12,25
Januari 2007
9,50
Januari 2008
8,00

           Namun sebaliknya jika suku bunga cenderung stabil dan berada pada kondisi yang di harapkan maka artinya risiko yang akan diterima adalah lebih kecil dari yang diperkirakan. Kecilnya risiko menyebabkan pihak pelaku bisnis cenderung akan mampu memperbesar profit secara sistematis. Pada tabel di atas dapat kita lihat bagaimana setiap tahun BI rate terus saja mengalami penurunan yaitu dari 12,25% (Juli 2006), kemudian 9,50% (Januari 2007), dan 8,00% (Januari 2008). Kondisi penurunan bunga seperti ini dapat di anggap sebagai penurunan bunga yang bersifat stabil dan sistematis.


Contoh Kasus
        PT. perikanan samudra india adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perikanan laut yang berkedudukan di Tangerang membutuhkan tambahan finansial untuk membangun dan mengembangkan  perusahaan secara lebih maju, seperti membuka pabrik baru menambah karyawan baru yang lebih terampil. Selama ini kemajuan perusahaan telah menunjukkan hasil yang berarti, yaitu terlihat dari laporan keuangan (financial statement) yang di sampaikan oleh pihak manajemen perusahaan kepada public dan komisaris perusahaan khususnya. Wilayah penjualan perusahaan bukan hanya di dalam negeri saja namun juga sudah menerima pesanan dari konsumen luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang.
        Kebutuhan dana yang direkomendasikan oleh pihak komisaris perusahaan sebaliknya dari pinjaman perbankan, dengan alasan urusannya di anggap jauh lebih mudah dan sederhana jika dibandingkan dengan menerbitkan saham, serta biaya yang dikeluarkan juga tidak begitu besar, seperti menerbitkan saham yang harus mencetak kertas saham dan membuat pertemuan dengan para pemegang saham. Sementara jika meminjam dari Bank hanya cukup dengan memiliki agunan yang sesuai dengan jumlah pinjaman saja.
        Keputusan dan rekomendasi yang di usulkan oleh pihak komisaris perusahaan tersebut menjadi bahan kajian bagi pihak  manajemen perusahaan khususnya manajer perusahaan. Bagi pihak manajer perusahaan ada beberapa alasan yang dilihat dalam rangka persoalan dana yang berasal dari pinjaman tersebut, yaitu :
1.         Pinjaman perbankan bersifat perhitungan bunga efektif, yaitu flat hanya satu tahun dan selanjutnya berdasarkan kondisi realita pasar.
Dalam artian naik dan turunnya tergantung pada kondisi ekonomi mikro dan makro di pasaran, yaitu jika ekonomi stabil maka suku bunga juga stabil namun jika ekonomi tidak stabil maka suku bunga juga tidak akan stabil.
2.         Selama ini para konsumen yang membeli produk perikanan pada PT.Perikanan Samudra India banyak yang membeli secara tidak tunai atau kredit, yaitu membayarnya secara bertahap. Sehingga penerimaan penjualan perusahaan adalah bersifat bertahap.
3.         Selama ini perusahaan juga sudah memiliki utang dalam bentuk valuta asing kepada para rekanan bisnis, dan sistim pembayarannya juga di bayar tidak secara tunai. Sehingga karena faktor pembayaran tidak dilakukan dengan tunai maka jarak pembayaran tersebut memungkinkan timbulnya kondisi fluktuatif  dalam bentuk valas yang otomatis bisa saja memberatkan perusahaan PT. Perikanan Samudra India. Apalagi jika selama ini penetapan pembayaran cicilan pinjaman di tetapkan dengan system bunga mengambang yang memiliki kemungkinan besar untuk terpengaruh oleh valas.
            Atas dasar alasan seperti itu maka berikanlah solusi pemecahan dan rekomendasi terhadap apa yang harus dilakukan oleh manajer keuangan perusahaan PT.Perikanan Samudra India.

Pertanyaan untuk didiskusikan
1.      Jelaskan bagaimana risiko suku bunga itu bisa terjadi!
2.      Jelaskan bagaimana bentuk risiko yang terjadi pada pemegang obligasi. Berikan contohnya!
3.      Apakah menurut anda naik dan turunnya suku bunga berhubungan dengan permintaan uang di mata publik? Jika ya dan tidak jelaskan!
4.      Mengapa suku bunga pinjaman perbankan di Indonesia menurut banyak pihak di anggap memiliki suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan yang ada di Negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Australia, Jepang dan Sebagainya? Jika anda setuju atau tidak dengan pernyataan ini berikan penjelasan anda, dan bagaimana kira-kira cara mengatasinya!



















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
        Risiko suku bunga adalah risiko yang dialami akibat dari perubahan suku bunga yang terjadi di pasaran yang mampu memberi pengaruh bagi pendapatan perusahaan. Adapun pengertian risiko suku bunga menurut Mashud Ali adalah terjadi sebagai akibat dari terdapatnya mismatched atas maturities pada interest rate related products di sisi aktiva dan passiva neraca bank.
        Menurut Mamduh M. Hanafi perubahan tingkat bunga bisa menyebabkan perusahaan menghadapi dua tipe risiko, yaitu :
a.          Risiko perubahan pendapatan : pendapatan bersih (hasil investasi dikurangi biaya) berubah yaitu berkurang dari yang diharapkan).
b.         Risiko perubahan nilai pasar berubah karena perubahan tingkat bunga, yaitu berubah karena lebih kecil (turun nilainya).
        Ada 3 faktor yang mampu memberi pengaruh pada suku bunga domestik suatu Negara, yaitu :
a.          Kondisi ekonomi global
b.         Stabilitas ekonomi dalam negeri
c.          Stabilitas sosial dan politik dalam dan luar negeri.

B.        Saran
                  Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun pendengar dan semoga kelompok masyarakat bisa lebih mengetahui tentang risiko suku bunga dan sebagainya.








DAFTAR PUSTAKA

Kasmir, Dr. 2012.  Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Bumi Aksara



like this yahh