BUAH TEKOKAK BAGI KESEHATAN

6:49 AM 0
BUAH TEKOKAK BAGI KESEHATAN


Gambar buah tekokak


Sudah pernah dengar tentang buah tekokak? Atau masih asing dengan nama buah ini? Bagi kamu yang suka makan lalapan, di beberapa daerah takokak sering dijadikan salah satu menunya.
Buah tekokak yang memiliki nama LatinSolanum torvum,atau yang bisa juga disebut terong pipitatau rimbang masih masuk dalam suku terong-terongan. Di luar negeri, buah ini biasa disebutturkey berryataumini-eggplant.
Bentuk buah inisangat kecil dan mirip leunca.Mungkin, masih ada beberapa yang tidak tahu khasiat atau manfaat dari buah kecil berwarna hijau ini. Walaupun kecil, tekokak memiliki banyakkhasiat untuk kesehatan. Salah satu khasiatnya adalah kaya akan vitamin A.Bagi kalian pemakai kacamata minus, ingin mengurangi mata minus tanpa harus ke dokter? Buah tekokak solusinya. Tekokak sudah beberapa kali di uji tentang kebenarannya untuk mengurangi mata minus, dan hasilnya memang cukup memuaskan. Kita hanya perlu memakan 5 - 10 biji buah tekoka setiap hari dengan teratur. Dalam beberapa bulan, mata minus bisa berkurang.
Jika kalian ingin melakukannya agar mendapatkan hasil yang cukup signifikan denganbuah tekokak, kalian dapat meminumnya denganporsi yang banyak setiap dua minggu sekali. Tentu saja dibarengi dengan mengurangi menatap layar kaca beradiasi seperti TV, laptop, danhandphone.
Buah tekokak ini memang memiliki rasa yang pahit dan tidak enak di mulut. Namun khasiat yang diberikan jika kita mengonsumsi buah tekokak benar-benar terjamin. Seperti peribahasa yang sering kita dengar: “Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.” Semua yang indah dan nyaman memang membutuhkan usaha. 
Walaupun pahit, kita nantinya akan merasakan manfaatnya juga.Khasiat buah tekokak lainnya selain kaya akan vitamin A dan dapat menyehatkan mata adalah kaya akan kandungan kimia seperti klorogenin, sisalogenone, solasonin, neo-cholorogenin, panicolugenin, jurubine dan torvogenin. Tekokakdapat melancarkan sirkulasi darah dan menyehatkan badan. Selain menyembuhkan mata minus, buah tekokak dipercaya juga dapat mengatasi masalah haid yang tidak teratur, obat sakit pinggang, nyeri dada, anti-oksidan dan anti-radang.

LEASING

5:11 PM 0
MAKALAH

LEASING




KELOMPOK 8
MUHAMMAD NAWIR
FITRIANI MUIN
MUH. TAKDIR
STIM YAPIM MAROS 2015-2016


KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan kasih karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kami penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah yang berisi materi “LEASING"ini diperbuat dengan tujuan memenuhi pengerjaan tugas makalah mata kuliah Manajemen bank dan lembaga keuangan lainnya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terbatas dan jauh dari sempurna. Namun demikian, kami telah berusaha dan bekerja keras demi terselesainya makalah ini, dan supaya makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun maupun bagi para pembaca. Saya juga menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa ada dorongan dan dukungan serta bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak, terutama kepada Ibu dosen SARNAWIAH, SE,M.Si. Terimakasih setulus-tulusnya kami sampaikan kepada kedua Orangtua kami, yang dengan penuh kasih sayang telah membimbing kami dan memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada kami. Dan kami juga menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari saudara-saudara pembaca.
Demikian makalah ini dapat kami perbuat. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Atas perhatian dari saudara-saudara, kami ucapkan terimakasih.
                                                                                                         
                                                                                                              Maros,     Desember  2015
                                                                                                             Penulis
                                                                                                              kelompok 8






BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Tidak dapat disangkal, kebutuhan akan sesuatu dari tahun ketahun meningkat, demi tewujudnya kebutuhan tersebut diperlukan biaya atau modal dalam bentuk moneter (uang) ataupun berupa barang. Hal ini merupakan peluang besar bagi pelaku usaha dibidang Leasing (pembiayaan) secara kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan proses yang mudah serta mengiurkan, banyak masyarakat yang ”bermain” dalam hal ini. Tak dipungkiri hampir seluruh lapisan masyarakat pernah berurusan dalam Leasing khususnya dalam pengadaan kendaraan bermotor atau barang-barang lain.
Masalah timbul akibat dari tidak terpenenuhinya point-point kesepakatan dalam perjajian tersebut. Tidak terlunasinya kredit merupakan masalah yang paling sering dijumpai yang berujung dengan penarikan oleh pihak Leasing oleh Debt Collector baik secara halus atau kasar yang dalam artianya tindak ditempat alias “dijemput paksa”. Hal ini menjadi problema karena cara tersebut berbenturan dengan peraturan perundang-undangan.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dipaparkan adalah :
Apa pengertian dari leasing ?
Apa Ciri-ciri serta jenis leasing ?
Apa elemen-elemen dari leasing
Landasan Hukum apakah leasing itu ?
Bagaimana tata cara dalam leasing?
Bagaimana dengan masalah leasing serta hal-hal yang terkait dengan permasalahan leasing itu sendiri ?




C.   Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui :
Penjelasan mengenai pengertian leasing.
Penjelasan mengenai ciri-ciri serta jenis dari leasing.
Penjelasan mengenai elemen-elemen leasing.
Penjelasan mengenai landasan hukum apa yang digunakan oleh leasing
Bagaimana tata cara leasing.
Pembahasan mengenai masalah yang timbul dari leasing.
D.   Kegunaan Makalah
Manfaat yang diharapkan dari karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Bagi penulis, karya ilmiah ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir serta meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.
Bagi masyarakat, diharapkan akan melengkapi keilmuan bagi kemajuan dan pengembangan dimasa yang akan datang.
E.   Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunkan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan konprehensif. Data teoretis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analitis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks makalah.






BAB II
PEMBAHASAN
A.   Landasan Teoritis
1.    Pengertian Leasing
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena dasarnya artinya memang sewa- menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa. Kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-kadang disebut saja sebagai lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”
Leasing (Sewa Guna Usaha/SGU) menurut KMK No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep-1221MK/2/1974, No. 321MISKI 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing” menyatakan:
“Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.”
Pihak utama dalam leasing, ada beberapa pihak yang terlibat dala perjanjian lease, yaitu sebagai berikut ;
a. Pihak perusahaan sewa guna usaha (Lessor) adalah perusahan atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam bentuk barang modal.
b. Perusahaan penyewa (Lesse) adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
c.  Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lesse dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.
2.    Ciri-Ciri dan Jenis Leasing
Ciri – ciri adalah sebagai berikut ;
a. Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda lease tersebut.
b. Hak milik benda lease ada pada leasor
c. Benda yang menjadi objek leasing adalah benda – benda yang digunakan dalam suatu perusahaan.
Jenis dari leasing meliputi ;
a.    Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu ;
1)   Direct finance lease
Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
2)   Sale and lease back
Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
b.    Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
c.    Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
d.   Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
e.    Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.
3.    Elemen-Elemen Leasing
Elemen-elemen dari suatu leasing adalah sebagai berikut ;
a.    Suatu pembiayaan perusahan
Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan
Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian. Bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang belum tentu untuk kegiatan usaha.
b.    Penyediaan barang modal
Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan dipergunakan oeh lessee umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang, peralatan kantor seperti computer, mesin foto copy, kendaraan bermotor dan sebagainya.
c.    Keterbatasan jangka waktu
Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka waktu yang terbatas. Sehingga , apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini belumlah di katakana leasing. Melainkan sewa menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut. Misalnya pada saat itu kepada lessee diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan membeli barang tersebut pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap menyewa,ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.
d.   Pembayaran kembali secara berkala
Karena lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada pihak penjual/supplier,maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Besarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan angsuran pembayaran ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang itu sendiri sebagai angunanya.
e.    Hak opsi untuk membeli barang modal
Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk membeli barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu pula, juga merupakan salah satu unsur dari leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak (bukan kewajiban) kepada lessee untuk apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang bersangkutan. Sungguhpun diakui pula bahwa tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini. Karena ada juga jenis leasing yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan harus menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak lessornya di akhir masa leasing. Tetapi ada juga leasing yang justru memberi hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa leasing tanpa perlu memberikan hak opsinya.
f.     Nilai Sisa (Residu)
Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing.
4.    Landasan Hukum Leasing
a.    Surat Keputusan Bersama No. 122/MK/IV/2/1974 tanggal 7 februari 1974 tentang perijinan usaha leasing.
b.    Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 mei 1974 tantang perijinan usaha leasing.
c.    Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.650/MK/IV/6/1974 tanggal 6 mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing.
d.   Surat edaran Dit.Jen.Moneter No.Peng.307/DJM/III.1/7/1974 tanggal 8 juli 1974 tentang ;
1)   Tata cara perizinan
2)    Pembatasan usaha
3)   Pembukuan
4)   Tingkat suku bunga
5)   Perpajakan
6)   Pengawasan dan pembinaan
e.    Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan PPS dan PBDR.
5.    Tata Cara Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut ;
a.    Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b.    Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai dokumen lengkap.
c.    Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
d.   Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
e.    Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
f.     Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
g.    Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada supplier.
h.    Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
i.      Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah dditentukan dalam kontrak lease.
Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain ;
1) Nama dan alamat lease
2) Jenis barang modal yang diinginkan
3) Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4) Syarat – syarat pembayaran
5) Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6) Biaya – biaya yang dikenakan
7) Sangsi – sangsi apabila lesse ingkar janji
Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee) akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama.
B.   Pembahasan
1.    Permasalahan yang Timbul dari Leasing
a.     Penagihan atau penyitaan oleh debt collector
Penyitaan Paksa Barang Oleh Debt Collector Melanggar Hukum
Tindakan debt collector yang menyita paksa barang, misalnya menyita sepeda motor yang menunggak kredit atau menyita barang-barang di dalam rumah karena belum dapat melunasi hutang pada bank, merupakan perbuatan melanggar hukum. Tindakan menyita secara paksa itu ibaratnya menutup lubang masalah dengan masalah – menyelesaikan pelanggaran hukum dengan melanggar hukum yang lebih berat.
Seorang debitur yang belum mampu membayar lunas hutangnya (misalnya cicilan kredit sepeda motor yang sudah jatuh tempo) adalah suatu pelanggaran hukum, yaitu melanggar perjanjian. Dalam hal demikian kreditur (dealer sepeda motor) mempunyai hak untuk menyita barang yang telah diserahkan kepada debitur (pembeli sepeda motor) dengan alasan wanprestasi. Atas alasan tersebut biasanya kreditur mengutus debt collector-nya untuk menyita barang,  jika tidak berhasil menagih hutang. Suatu hubungan hutang-piutang antara debitur-kreditur (penjual dan pembeli, atau penerima kredit dan bank) umumnya diawali dengan perjanjian. Seorang pembeli sepeda motor secara kredit adalah debitur yang melakukan perjanjian jual-beli dengan dealernya sebagai kreditur.
Jika debitur wanprestasi  tidak melaksanakan kewajibannya melunasi kredit  maka berdasarkan alasan syarat batal kreditur dapat membatalkan perjanjian. Dengan batalnya perjanjian maka kreditur dapat menarik kembali barang-barang yang telah diserahkannya kepada debitur.
Namun pembatalan itu tidak serta merta dapat dilakukan oleh kreditur. Pembatalan perjanjian itu harus dinyatakan oleh putusan pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan maka tidak ada pembatalan, dan tanpa pembatalan maka kreditur tidak dapat menyita barang yang telah diterima oleh debitur melalui debt collector-nya. Jikapun kreditur tetap memaksakan diri melakukan penyitaan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum.
Karena tindakan menyita paksa barang oleh kreditur dan debt collector-nya adalah pelanggaran hukum maka tindakan itu dapat berindikasi tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP) – mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan hukum. Atas pelanggaran hukum tersebut, pembeli sepeda motor berhak melaporkannya kepada polisi.
Selain pencurian kreditur dan debt collector-nya juga dapat diancam tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan kalau sudah emosional dan sudah dapat membayangkan tindak pidana yang yang lebih kejam lagi jika sang debt collector telah berlagak menjadi jagoan yang gampang main pukul.
b.    Peraturan Perpajakan Mengenai Leasing (SGU) yang Saling Bersebrangan
Di Indonesia, perpajakan atas leasing diatur dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991 bertentangan dengan UU PPh pasal 11 yang berlaku saat ini (UU PPh No 36 tahun 2008): ”masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan; Hal ini melandasi SE-10/PJ.42/1994 membuat pengelompokan harta untuk depresiasi tidak sesaui UU PPh pasal 11 dimana ;
·       Golongan I mempunyai manfaat 4 tahun
·       Golongan II mempunyai masa manfaat > 4 sd 8 tahun
·       Golongan III mempunyai manfaat > 8 tahun
Keputusan Menteri Keuangan yang menjadi dasar  dari Surat Edaran tersebut adalah ”Keputusan Menteri Keuangan tahun 1991, jadi dasar hukumnya adalah UU PPh sebelum diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1994 dimana pasal 11 menyatkan pengelompokkan aset sebagai berikut:
·       Bukan bangunan
o   Kelompok 1  mempunyai manfaat 4 tahun
o   Kelompok 2  mempunyai manfaat 8 tahun
o   Kelompok 3  mempunyai manfaat 16 tahun
o   Kelompok 4 mempunyai manfaat 20 tahun
·         Bangunan
o   Permanen  mempunyai manfaat 20 tahun
o   Tidak Permanen mempunyai manfaat 10 tahun
c.    Akibat lesse menggunakan hak opsinya
Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha. Penggunaan hak opsi pada akhir jangka waktu dalam perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) disebut juga sebagai Finance Leasing.
Sebelumnya, harus dipastikan bahwa Kegiatan Leasing tersebut masuk ke dalam kriteria yang digolongkan sebagai Finance Leasing apabila memenuhi semua kriteria sebagai berikut ;
1)    jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
2)    masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
3)    perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Pelaksanaan atas hak opsi ;
1)    Dalam hal Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal, maka pembelian dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha. Dasar penyusutan untuk opsi membeli adalah nilai sisa barang modal;
2)    Dalam hal Lessee menggunakan hakuntuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan, akan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha.
Akibat hukum penggunaan hak opsi dalam akhir jangka waktu masa leasing ;
1)    Beralihnya kepemilikan dari barang modal yang disewa-guna-usaha-kan dari Lessor ke Lessee
2)    Perlakuan perpajakan, yaitu:
a)    selama masa sewa-guna-usaha, Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
b)    setelah Lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, Lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
c)    pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut selama memenuhi kriteria sebagai Finance Leasing;
d)    dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam kriteria Finance Leasing, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha;
e)    Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
d.   Perbedaan Leasing (SGU) dengan Penjualan Kredit dan Angsuran
Perbedaan Leasing dengan penjualan kredit dan angsuran biasa adalah dalam penjualan kredit dan angsuran hanya terdapat 2 pihak yaitu penjual (supplier) dan pembeli (yang mengangsur/mencicil pembayaran kepada supplier). Maka konsuekensi pajaknya hanyalah antara 2 pihak tersebut. Atas barang modal yang dijual terutang objek PPN, Sedangkan laba penjualan (harga jual – harga pokok pembelian) masuk ke PPh badan supplier.
Sedangkan pada leasing (SGU) terdapat 3 pihak ;
1)   lessor (biasanya bank atau lembaga keuangan lain yang memberi dana pada lessee untuk memperoleh aset/barang modal yang  di-leasing-kan)
2)    lessee (yang menggunakan aset/barang modal yang  di-leasing-kan)
3)    supplier (yang menjual/menyediakan aset/barang modal)
Sehingga di sini terdapat 2 objek pajak yaitu ;
1)      Jasa pembiayaan, biasanya berupa imbalan bunga, dari lessor ke lessee (objek pajak yang dibebaskan PPN dan PPh 23)
2)      Barang modal yang dijual dari supplier ke lessse (objek pajak PPN sedangkan laba penjualan masuk ke PPh badan supplier)
Terdapat dampak perpajakan yang lain yaitu siapakah yang berhak mendepresiasi aset karena pada umumnya kepemilikan aset (dokumen legalnya) masih dimilki oleh lessor. Karena perbedaan konsuekensi pajak inilah, maka merangsang penyelundupan pajak (tax evasion). Misalnya leasing disamarkan menjadi penjualan kredit agar lessor terhindar dari konsuekensi pemajakan. Atau penjualan kredit agar penjual bisa membukukan pendapatan hanya sebesar imbalan bunga saja.















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita ketahui pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha: Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu: Lesse, Lesso, Supplier, dan Perusahaan Asuransi













DAFTAR PUSTAKA
· http://www.centroone.com/news/2012/1y/leasing-paling-banyak-kecewakan-konsumen/
· http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/04/leasing-sewa-guna-usaha-pengertian.html

ASURANSI

4:40 AM 0
MAKALAH

ASURANSI




KELOMPOK 8
MUHAMMAD NAWIR
FITRIANI MUIN
MUH. TAKDIR
STIM YAPIM MAROS 2015-2016


KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan kasih karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kami penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah yang berisi materi “ASURANSI"ini diperbuat dengan tujuan memenuhi pengerjaan tugas makalah mata kuliah Manajemen bank dan lembaga keuangan lainnya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terbatas dan jauh dari sempurna. Namun demikian, kami telah berusaha dan bekerja keras demi terselesainya makalah ini, dan supaya makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun maupun bagi para pembaca. Saya juga menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa ada dorongan dan dukungan serta bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak, terutama kepada Ibu dosen SARNAWIAH, SE,M.Si. Terimakasih setulus-tulusnya kami sampaikan kepada kedua Orangtua kami, yang dengan penuh kasih sayang telah membimbing kami dan memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada kami. Dan kami juga menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari saudara-saudara pembaca.
Demikian makalah ini dapat kami perbuat. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Atas perhatian dari saudara-saudara, kami ucapkan terimakasih.
                                                                                                         
                                                                                                              Maros,     Oktober  2015
                                                                                                             Penulis
                                                                                                              kelompok 8







BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Di masa kehidupan, manusia tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi diwaktu yang akan datang secara sempurna, meskipun dengan menggunakan berbagai alat analisis. Hal itu pula yang terjadi pada perusahaan maupun individu.  Resiko dimasa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang misalnya saja : kematian, sakit atau resiko dipecat dari pekerjaan. Dalam dunia bisnis resiko yang dihadapi dapat berupa kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan. Oleh karena itu setiap resiko yang akan dihadapi harus ditanggulangi, sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi. Adalah perusahaan asuransi yang mau dan sanggup menanggung setiap resiko yang akan dihadapi nasabahnya baik perorangan maupun badan usaha.
            Dalam kondisi demikian, kehadiran asuransi tentu akan membuat resiko dimasa yang akan datang dapat teratasi dengan baik. Pada prinsipnya asuransi adalah suatu perjanjian antar tertanggung dan penanggung untuk merundingkan ganti rugi yang diderita tertanggung yang akan diganti oleh penanggung (kantor asuransi) setelah tertanggung menyepakati pembayaran sejumlah uang yang disebut premi.
Di Indonesia pengertian asuransi menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1992 tentang usaha asuransi adalah sebagai berikut : Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
            Jenis-jenis asuransi dibagi  menurut fungsinya yaitu Asuransi Kerugian (non life insurance), Asuransi jiwa (life insurance),  Reasuransi (reinsurance).  Sedangkan berdasarkan kepemilikan terdiri atas Asuransi Pemerintah, Asuransi Swasta Nasional, Asuransi Perusahaan Asing  serta Asuransi Campuran.
Melalui makalah ini, kami mencoba untuk memberikan penjelasan maupun gambaran secara keseluruhan berkaitan dengan asuransi. Di dalamnya tidak lupa kami mengkaji manfaat asuransi untuk kehidupan perekonomian baik bagi individu maupun perusahaan.


1.2              Perumusan Masalah
·           Mengenal berbagai jenis dan pihak asuransi serta lembaga asuransi yang ada di Indonesia.
·           Mengkaji ruang lingkup usaha asuransi dan penggolongannya.
·           Mengetahui manfaat dari setiap bentuk asuransi.

1.3       Tujuan Didirikannya Asuransi
·         Mengatasi kemungkinan adanya resiko kerugian dimasa yang akan datang.
·         Mengurangi permasalahan ekonomi pada individu maupun perusahaan.

1.4              Manfaat Didirikannya Lembaga Keuangan Bukan Bank
·         Rasa aman dan perlindungan.
·         Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil.
·         Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
·         Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan.
·         Alat penyebaran resiko.
·         Membantu meningkatkan kegiatan usaha.








BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi Asuransi
Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar , yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi .
Tujuan dari asuransi yaitu untuk memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa  yang tidak terduga sebelumnya (fortuitious event).
Usaha asuransi  adalah suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi resiko dimasa mendatang. Apabila resiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan
ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan resiko.
B.  Manfaat dan Keuntungan Asuransi
1. Rasa aman dan perlindungan.
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari resiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau keruguan tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis yang ditentukan.
 2.  Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil.
Prinsip keadilan diperhitungkan untuk menentukan nilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai pertanggungan semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.
3.  Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
4.  Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan.
Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dewngan perjanjian dari kedu belah pihak).



5.  Alat penyebaran risiko.
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.
6.  Membantu meningkatkan kegiatan usaha.
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan resiko kerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakan dan lain sebagainya).
Keuntungan asuransi untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut :
a.         Bagi Perusahaan Asuransi
-       Keuntungan dari premi yang diberikan ke nasabah
-       Keuntungan dari hasil penyertaan modal di perusahaan lain
-       Keuntungan dari hasil bunga dari investasi disurat-surat berharga
b.        Bagi Nasabah
-       Memberikan rasa aman
-       Merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat ditarik kembali
-       Terhindar dari resiko kerugian tau kehilangan
-       Memperoleh pengahsilan dimasa yang kan datang
-       Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau kehilangan.
C.      Resiko dan ketidakpastian
Resiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulakan kerugian. Resiko berarti ketidakpastian dari kerugian financial. Ketidakpastian dan peluang kerugian dapat disebabkan berbagai macam hal, diantaranya : ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian alam, ketidakpastian terjadinya perang, pembunuhan, pencurian, dan sebagainya.
Resiko terbagi atas tiga jenis, diantaranya :
§  Resiko murni
Suatu resiko yang apabila benar-benar terjadi akan menimbulkan kerugian dan apabiala tidak terjadi , tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan
§  Resiko spekulatif
Resiko yang menimbulkan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan  keuntungan, dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.
§  Resiko individu
Resiko individu adalah resiko yang dihadapi dalam kegiatan hidup sehari-hari. Resiko individu terbagi menjadi tiga jenis :
1.      Resiko pribadi (Personal risk).
Resiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Apabila risiko tersebut tidak terjadi, seseorang masih dapat mengusahakan atau memperoleh manfaat ekonomis untuk menyelenggarakan hajat hidupnya. Berkurangnya atau  bahkan hilangnya kemampuan seseorang untuk berusaha dapat diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain : mati muda, uzur, cacat fisik, dan kehilangan pekerjaan.
2.      Resiko harta (property risk).
Resiko bahwa harta yang kita miliki hilang, rusak, atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimiliki. Sebagai konsekuensinya, pemilik harus mengeluarkan biaya lagi untuk menggantikan kinerja harta yang hilang.
 3.      Resiko tanggung gugat (liability risk).
4.      Risiko yang mungkin kita alami atau derita.
Hal ini dilakukan sebagai tanggung  jawab  akibat kerugian atau terlukanya pihak lain.
Dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain :
1.      Menghindari resiko (risk avoidance)
2.      Mengurani resiko (risk reducation)
3.      Menahan resiko  (risk retention)
4.      Membagi resiko  (risk sharing)
5.      Mentransfer resiko (risk transferring)
D.      Prinsip Asuransi
a.    Insurable interest
Merupakan hak berdasarka hukum untuk mempertangungkan suatu risiko yang berkaitan denga keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi criteria insurable interest, yaitu :
·      Kerugian tidak dapat diperkirakan
Risiko yang dapat diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kerugian tersebut harus dapat diukur, misalnya kebakaran rumah, terbakarnya suatu rumah tidak dapat ditentukan waktunya secara pasti. Berbeda dengan kerusakan sebuah kemeja yang dipakai untiuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, kerusakan sebuah kemeja tidak dapat diansurasikan karena sudah dapat diperkirakan sebelumnya kerusakan kemeja tersebut.
·      Kewajaran
Risiko yang dipertanggungkan adalah benda atau harta yang memiliki nilai material, baik bagi penanggung maupun tertanggung.
·      Catastrophic
Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
·      Homogen
Homogen berarti banyak barang yang serupa atau sejenis. Hal ini berkaitan dengan prinsip bahwa asuransi menutup sebagian besar risiko supaya dapat membayar beberapa kerugian dari yang dipertanggungkan.
b.    Itikad Baik
Dalam melakukan kontarak asuransi, pihak penaggung perlu menjelaskan secara lengkap hak dan kewajibannya selama masa asuransi. Selain itu yang harus diperhatikan adalah perlakuan dari penanggung pada saat benar-benar ada risiko yang menimpa tertanggung. Pihak penanggung harus konsisten terhadat hak dan kewajiban yang dicantumkan dalam kontrak (polis) termasuk batasan-batasan yang ada sehingga jelas apabila ada risiko yang tidak ditanggung oleh asuransi.  Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.
c.    Indemnity
Mekanisme penanggung untuk mengkompensasi yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi financial. Prinsip Indemnity tidak dapat dilaksanakan dalam asuransi kecelakaan dan kematian. Indemnity ini dapat dilakuakn dengan beberapa cara, yaitu pembayaran tunai, penggantian, perbaikan, dan pembangunan kembali.
d.   Proximate Cause
Suatu sebab aktif, efisien yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent.
e.    Subrogation
Pada prinsipnya merupakan hak penanggung yang teleha memeberikan ganti rugi kepada tertanggung. Untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
f.     Kontribusi
Prinsip ini merupakan akibat wajar dari prinsip indemnity yaitu, penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang memilki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing  belum tentu sama besar.
E.       Polis Asuransi
Polis Asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Polis memegang peranan penting dalam menjaga konsistensi pertanggung- jawaban, baik pihak penanggung maupun tertanggung.  Dengan memilki polis asuransi, pihak tertanggung memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh tertanggung akibat peristiwa yang tidak terduga. Polis tersebut merupakan bukti otentik yang dapat digunakan untuk mengajukan klaim apabila pihak penanggung mengabaikan tanggung jawabnya. Polis asuransi juga berfungsi sebagai bukti pembayaran premi kepada penanggung.


Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut :
·           Nomor polis
·           Nama dan alamat tertanggung
·           Uraian risiko
·           Jumlah pertanggungan
·           Besar premi, bea materai, dan lain-lain
·           Bahaya-bahaya yang dijaminkan
·           Khusus untuk polis pertanggungan kendaraaan bermotor ditambah dengan nomor polisi, nomor rangka (chasis), dan nomor mesin kendaraan.
F.       Premi Asuransi
Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi sangat tergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkat resiko dan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan didalam polis asuransi. Jangka waktu pembayaran dapat bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan.
G.      Penggolongan Asuransi
*      Menurut sifat pelaksanaannya
a. Asuransi sukarela
Pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan semata –mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya resiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan tersebut, missal : asuransi kecelakaan, asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor dan sebagainya.
            b. Asuransi wajib
Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak - pihak terkait yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundangan -undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya : asuransi tenaga kerja, asuransi kecelakaan dan sebagainya.

*      Menurut Jenis Usaha Perasuransian
Menurut UU no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, jenis usaha perasuransian dibagi menjadi beberapa jenis :
a.       Usaha Asuransi
1.         Asuransi kerugian (nonlife insurance)
Usaha yang memberikan jasa – jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian , kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti . Asuransi kerugian juga disebut sebagai general insurance karena lingkup usahanya yang sangat luas. Usaha asuransi kerugian dapat dibagi sebagai berikut :
o   Asuransi kebakaran adalah asuransi yang diakibatkan karena kejadian yang tidak disengaja, misalnya : petir, ledakan, dan kejatuhan pesawat.
o   Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan (marine insurance) penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya kehilangan atau kerusakan pada saat pelayaran.
o   Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan ke dalam asuransi kebakaran dan asuransi pengangkutan. Jenisnya antara lain : asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri, pencurian uang dalam pengangkutan dan penyimpanan, kecurangan dan sebagainya.
2.    Asuransi jiwa  (life insurance)
Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seorang yang dipertanggungkan. Asuransi jiwa memberikan :
o   Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan
o   Santunan bagi tertanggung yang meninggal
o   Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang kunci
o   Penghimpun dana untuk persiapan pensiun
Ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
·         Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance). Biasanya polis asuransi jiwa ini diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodic (bulanan, triwulan, semesteran, dan tahunan).
·         Asuransi jiwa kelompok (group life insurance). Asuransi jiwa yang biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang dibawah satu polis induk di mana masing - masing anggota kelompok menerima sertifikat partisipasi.
·         Asuransi Jiwa industrial  (industrial life insurance). Dalam jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis kepada agen yang isebut debit agent.
3.    Reasuransi (reinsurance)
Pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan dari asuransi. Reasuransi sebagai sistem penyebaran risiko dimana penaggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang dututupnya kepada penaggung yang lain.  Pihak tertanggung disebut ceding company, dan penanggung adalah reasuradur. Dalam menjalankan usaha, ada kemungkinana perusahaan asuransi menanggung risiko yang lebih besar dari kemampuan financialnya. Untuk mengatasi penyebaran risiko, dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu : koasuransi dan reasuransi. Koasuransi adalah pertangunggan yang dilakukan secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan Reasuransi adalah proses untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak tertanggung.
*      Dilihat dari segi kepemilikannya
Dalam hal ini yang yang dilihat adalah siapa pemilik dari perusahann asuransi tersebut, baik asuransi kerugian, asuransi jiwa ataupun reasuransi.
·           Asuransi milik pemerintah
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagaian besar atau bahkan 100 persenoleh pemerintah
·           Asuransi milik swasta nasional
Kepemilikan saham sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga siapa siapa yang paling banyak memiliki saham, maka memiliki suara terbanyak dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
·           Asuransi milik perusahaan asing
Perusahaan jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanyalah merupakan cabang dari negara lain dan jelas kepemilikannyapun dimiliki oleh 100 persen pihak asing
·           Asuransi milik campuran
Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta nasional dengan pihak asing
- Fungsi Reasuransi
·      Meningkatkan kapasitas akseptasi. Penanggung dapat meningkatkan akseptasi sehingga pemasukan asuransi bisa memperbesar jumlah nilai pertanggungan.
·      Alat penyebaran risiko. Dengan adanya mekanisme ini, akan tertanggulangi adanya kemungkinan dalam jumlah yang sangat besar.
·      Meningkatkan stabilitas usaha. Dengan penyebaran risiko ke perusahaan asuransi lain, maka kekhawatiran akan adanya kegagalan usaha semakin kecil.
·      Meningkatkan kepercayaan. Reasuransi menambah keprcayaan bagi tertanggung karena kemungkinan risiko yang dialami mendapat jaminan dari perusahaan asuransi.
      -  Reasuransi dapat dilakukan dengan berbagai cara :
·           Treaty and facultative reinsurance
       Dalam model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertangunggan yang diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah yang ditawarkan.
·           Reasuransi Proposional
       Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan. Retensi adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding company.
·           Reasuransi Non Proporsional
       Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuraur untuk tidak membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada dalam treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara ceding company dan reasuradur, yang mana reasuradur mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding company.
b.        Usaha Penunjang
o    Pialang Asuransi
Usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.


o    Pialang Reasuransi
Usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi, dewan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
o    Penilai Kerugian Asuransi
Usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yanag dipertanggungkan.
o    Konsultan Aktuaria
Usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
o    Agen Asuransi
Pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
-Menurut the chartered Insurance Institut, London
ü  Asuransi Kerugian (property insurance)
 Merupakan pertanggungan untuk semua milik yang berupa harta benda yang memiliki risiko atau bahaya kebakaran, kecurian, tenggelam dilaut. Misalnya asuransi kebakaran, pengangkutan, penerbangan, kecelakaan.
ü  Asuransi tanggung gugat (liability insurance)
Asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga katrena kelalaian tertanggung.
ü  Asuransi jiwa (life insurance)
Meliputi asuransi kecelakaan, asuransi  jiwa (asuransi berjangka, asuransi seumur hidup, endowment insurance), anuitas, asuransi industri.
ü  Asuransi Kerugian (general insurance)
ü  Reasuransi (Reinsurance)
H.    Pengaturan Perasuransian di Indonesia
Peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar acuan pembinaan dan pengawasan atas usaha pengasuransian di Indonesia saat ini adalah :
1.      UU No.2 Tahun 1992, tentang usaha pengasuransian
2.      PP  No.73 Tahun 1992, tentang usaha pengasuransian
3.      Keputusan Menteri Keuangan antara lain :
- Nomor 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
- No.224/KNE.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi atau Reasuransi
-No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi atau Reasuransi.
- No.226/CMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaran Kegiatan Usaha Perusahaan penunjang Usaha Asuransi.
I. Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi
Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP Nomor 73 tahun 1992 dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
a.       Persetujuan prinsip
Persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian, di mana batas waktu persetujuan prinsip selama-lamanya dibatasi 1 tahun.
b.      Izin usaha
Izin ymelakukan usaha setelah persiapan pendirian selesai, di mana izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi. Ketentuan modal disetor perusahaan perasuransian.
J.        Asuransi Kredit
Dalam hal ini, asuransi yang dikaitkan dengan dunia perbankan dan lebih dititikberatkan pada asuransi jaminan kredit merupakan bidang asuransi kerugian (general insurance) yang meliputi:
ü  Asuransi kebakaran (fire insurance)
ü  Asuransi pengangkutan laut (marine insurance)
ü  Asuransi kendaraan bermotor (motor vehicle insurance)
Oleh karena itu, asuransi kredit mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di bidang perkreditan yang selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang bergerak dan tidak bergerak yang sewaktu – waktu dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang dan bank sebagai pemilik kredit.
Kredit adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pemberi kredit (bank, lembaga keuangan) kepada nasabahnya. Sejak kredit diberikan kepada nasabah, pemberi kredit oleh nasabah atau tidak diperolehnya kembali kredit tersebut dari nasabah sehingga pemberi kredit menderita kerugian. Untuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian tersebut, pemberi kredit menutup asuransi atas kredit yang diberikannya kepada nasabah. Dalam asuransi kredit, tertanggung adalah pemberi kredit (bank, lembaga keuangan) dan yang ditanggung oleh penanggung adalah resiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali kredit kepada para nasabahnya ( yang umumnya terdiri atas para pengusaha).
Asuransi kredit bertujuan :
1.      Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada para nasabahnya.
2.      Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainnya di luar perbankan.
Dengan adanya asuransi kredit, bank akan terdorong untuk lebih giat membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan usahanya. Pengelolaaan asuransi kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah kepada PT Asuransi Kredit Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta, di mana yang menjadi tertanggung adalah bank - bank pemerintah, bank – bank swasta, dan lembaga – lembaga keuangan lainny. Sebagai imbalan atas jaminan yang diberikan oleh PT. Askrindo, bank membayar premi atas kredit yang ditanggung. Premi tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga bank yang membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit. Walaupun begitu, yang menjadi tertanggungn bukan nasabahnya tetapi bank pemberi kredit.
K.      Contoh Perusahaan Asuransi di Indonesia
·       AIA Financial
Berdiri tahun 1983. Sempat berganti nama dari PT Asuransi Lippo Jiwa Sakti menjadi Lippo Life, kemudian AIG Lippo dan Setelah 80% sahamnya dimiliki American International Assurance, berubah nama menjadi AIA Financial.
·      Allianz
Merupakan cabang dari Allianz SE Jerman, yang merupakan salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia. Masuk di Indonesia sejak tahun 1981. Bergerak pada bidang asuransi jiwa, kesehatan, employee benefit, serta dana pensiun dan saving.
·       Avrist
Berdiri sejak 1975, PT Avrist Assurance (Avrist) adalah perusahaan asuransi jiwa patungan multinasional pertama di Indonesia, yang menyediakan program asuransi jiwa, asuransi kecelakaan dan kesehatan, asuransi jiwa kredit dan pensiun, baik untuk perorangan maupun kelompok, termasuk produk-produk asuransi jiwa berbasis syariah/takaful, melalui beragam saluran distribusi.
·       Axa Mandiri
Merupakan perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Bank Mandiri dan AXA Group. Jika anda nasabah Bank Mandiri mungkin sudah pernah ditawarkan asuransi ini.
·       Bumiputera 1912
Merupakan salah satu perusahaan asuransi paling tua di Indonesia. Sesuai namanya, didirikan pada tahun 1912. yang menarik dari asuransi ini adalah prinsip mutual share yang mereka pegang, dimana setiap pemegang polis adalah pemilik perusahaan.
·       CIGNA
Asuransi CIGNA berdiri di Indonesia sejak tahun 1990. Merupakan cabang dari perusahaan asuransi CIGNA Group yang bermarkas di connecticut, Amerika Serikat.
·       Jiwasraya
PT Asuransi Jiwasraya adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di sektor asuransi. Perusahaan ini didirikan pada 31 Desember 1859 dengan nama Nederlandsche Indische Levenverzekering en Lijvrente Maatschappij (NILLMIJ) dan merupakan perusahaan asuransi jiwa pertama yang didirikan di Indonesia.
·       Manulife
Perusahaan asuransi ini adalah cabang dari Manulife Financial yang merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar di dunia yang diukur berdasarkan kapitalisasi pasar. Manulife saat ini memiliki sekitar 26.000 karyawan di seluruh dunia. Di Indonesia perusahaan ini berdiri sejak tahun 1985.
·       Prudential
Didirikan pada tahun 1995, PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) merupakan bagian dari Prudential plc, group jasa keuangan ritel berbasis di London, Inggris. Pada tahun 2011, unit asuransi jiwa dari Prudential dinobatkan sebagai perusahaan asuransi terbaik oleh majalah investor untuk perusahaan dengan aset diatas 10 trilyun.
·       Sinar Mas
Asuransi Sinar Mas (ASM) merupakan anak perusahaan dari perusahaan Sinar Mas Group yang didirikan pada tanggal 27 Mei 1985. Pada pertama kali berdiri, dinamakan PT. Asuransi Kerugian Sinar Mas Dipta. Kemudian pada tahun 1991 baru berubah menjadi PT. Asuransi Sinar Mas.
L.       Bentuk Dokumen Asuransi
a.      Kwitansi Premi : Tanda bukti pembayaran premi dari pihak tertanggung kepada pihak penanggung .


b.      Polis asuransi : Bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak – pihak yang mengadakan perjanjian.
c.       Surat kuasa khusus : Surat yang ditujukan pemberi kuasa untuk penerima kuasa untuk menarik dana polis asuransi, mengubah atau memperpanjang  polis asuransi atas nama pemberi kuasa secara penuh.












BAB III
PENUTUP
·      Kesimpulan
Asuransi merupakan lembaga keuangan yang melakukan suatu jasa perlindungan dan  penyediaan jaminan kepada individu, organisasi maupun perusahaan yang dilakukan dengan perjanjian tertentu, apabila dimasa yang akan datang tertanggung mengalami hal – hal yang tidak diinginkan seperti musibah baik yang disebabkan oleh faktor bencana alam, kelalaian, kebangkrutan, kecelakaan dan lain sebagainya. Asuransi akan memberikan bantuan berupa materi sehingga pihak tertanggung bisa meminimalisir kerugian yang terjadi.
   Lembaga ini perlu dikaji mulai dari jenis-jenis, manfaat, penggolongan, contoh perusahaan dan terakhir tata cara pendirian perusahaan asuransi. Hal ini diperlukan agar kita dapat mengerti dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari. Asuransi sangat bermanfaat bagi kita dan perusahaan diantarnya dapat memberikan rasa aman, perlindungan serta dapat membanrtu kegiatan usaha kita.
·      Saran
Asuransi sebagai jasa yang cukup vital dimasa yang akan datnag bagi individu maupun kolektif diharapkan dapat berperan maksimal bagi masyarakat , sehingga akan membantu kemungkinan adanya kerugian akibat musibah yang terjadi. Demi terwujudnya hal tersebut perusahaan asuransi juga diharapkan dapat berprilaku jujur, bersih, dan transparan kepada pihak klien/nasabah/tertanggung. Selain itu tanggung jawab dan komitmen yang tinggi dari pihak penanggung jaminan sangat diperlukan. Sayangnya masih banyak perusahaan asuransi yang tidak bersikap arif di Indoneisa. Oleh karenanya, diperlukannya pengawasan baik dari pemerintah maupun masyarakat agar pelayanan jasa asuransi dapat berjalan dengan baik sehingga mampu mengurangi masalah perekonomian di Indonesia.





.


DAFTAR PUSTAKA

Kasmir, SE., MM. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya edisi 6. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. Teori Ekonomi Makro edisi 4. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001.

Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. Bank dan Lembaga Keuangan Lain edisi 2. Jakarta : Salemba Empat, 2006.

BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

6:34 AM 0
MAKALAH

BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH




KELOMPOK 8
MUHAMMAD NAWIR
FITRIANI MUIN
MUH. TAKDIR
STIM YAPIM MAROS 2015-2016


KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan kasih karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kami penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah yang berisi materi “BANK UMUM BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH"ini diperbuat dengan tujuan memenuhi pengerjaan tugas makalah mata kuliah Manajemen bank dan lembaga keuangan lainnya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terbatas dan jauh dari sempurna. Namun demikian, kami telah berusaha dan bekerja keras demi terselesainya makalah ini, dan supaya makalah ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun maupun bagi para pembaca. Saya juga menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa ada dorongan dan dukungan serta bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak, terutama kepada Ibu dosen SARNAWIAH, SE,M.Si. Terimakasih setulus-tulusnya kami sampaikan kepada kedua Orangtua kami, yang dengan penuh kasih sayang telah membimbing kami dan memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada kami. Dan kami juga menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari saudara-saudara pembaca.
Demikian makalah ini dapat kami perbuat. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Atas perhatian dari saudara-saudara, kami ucapkan terimakasih.
                                                                                                         
                                                                                                              Maros,     Oktober  2015
                                                                                                             Penulis
                                                                                                              kelompok 8






BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1        Latar Belakang
Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya telah dilakukan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang dikedepankan adalah kesetaraan hak dan kewajiban. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
Perbankan konvensional ataupun syariah dalam operasionalnya adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsional utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank konvensional dan banyak dilikiudasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pembiayaan perbankan syariah juga mengalami peningkatan tajam. Kualitas pembiayaan syariah juga menunjukkan kinerja yang membaik dengan ditunjukkan oleh membesarnya porsi pembiayaan bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah. Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pascareformasi adalah diperkenankannya konverensi cabang bank umum konvensional menjadi cabang syariah.





1.2        Rumusan Masalah
1.      Apa Pokok-pokok Peraturan Bank Indonesia?
2.      Pengertian Bank Syariah dan Konvensional?
3.      Apa Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah?
4.      Bagaimana Kepengurusan Bank Syariah?
5.      Apa saja Kegiatan Usaha Bank Syariah?
6.      Bagaimana Bentuk Hukum dan Pendiriannya?
7.      Bagaimana dengan Kepemilikan Bank Syariah?
8.      Apa Tonggak Sejarah Bank Syariah?

1.3        Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui Pokok-pokok Peraturan Bank Indonesia.
2.      Untuk mengetahui Pengertian Bank Syariah dan Konvensional.
3.      Untuk mengetahui Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah.
4.      Untuk mengetahui Kepengurusan Bank Syariah.
5.      Untuk mengetahui Kegiatan Usaha Bank Syariah.
6.      Untuk mengetahui Bentuk Hukum dan Pendiriannya.
7.      Untuk mengetahui Kepemilikan Bank Syariah.
8.      Untuk mengetahui Tonggak Sejarah Bank Syariah.






BAB II
P E M B A H A S A N

2.1  Dasar Hukum
Undang-Undang  Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
1)      Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah;
2)      Pembentukan dan  tugas Dewan Pengawas Syariah;
3)      Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Secara umum dengan diundangkannya UU Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, posisi bank bagi hasil ataupun bank atas dasar prinsip syariah secara tegas telah diakui oleh undang-undang.
Bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui:
1)      Pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau
2)      Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank tersebut, kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah didalam kantor bank tersebut.

2.2  Pengertian
Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi:
a.       Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu.
b.      Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Qur’an dan Sunah Rasul Muhammad SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba.
Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional, yaitu imbalan penggunaan dana dalam jumlah persentase tertentu untuk jangka waktu tertentu, merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Dalam hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan.
Perkembangan bank berdasarkan prinsip syariah masih sangat kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Contoh-contoh dari bank umum syariah maupun unit usaha syariah:
Bank Umum Syariah
1.      Bank Muamalat Indonesia (BMI)
2.      Bank Syariah Mandiri (BSM)
3.      Bank Syariah Indonesia
Unit Usaha Syariah
1.      BNI Syariah
2.      BII Syariah
3.      BRI Syariah
4.      Bank Permata Syariah
5.      Bank Niaga Syariah


2.3  Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain:
a.          Perbedaan Falsafah
Bank syariah tidak melakanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank konvensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Pada dasarnya, semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest yang dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak.
b.         Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, bank syariah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam transaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Jika hasil usaha semakin tinggi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan kepada nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya.
c.          Kewajiban Mengelola Zakat
Bank Syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal inilah merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infak, sedekah).
d.         Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi.
Secara ringkas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada tabel berikut:

Bank syariah
Bank konvensional

1
( Bank syariah)>>> Berinvestasi pada usaha yang halal

(Bank konvensional)>>>Bebas nilai


2
(Bank syariah)>>Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee

(Bank konvensional)>>Sistem bunga

3
(Bank syariah)>>Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha

(Bank konvensional)>>Besarannya tetap


4
(Bank syariah)>>Profit dan falah oriented

(Bank konvensional)>>Profit oriented


5
(Bank syariah)>>Pola hubungan kemitraan
(Bank konvensional)>>Hubungan kreditur-debitur

6
(Bank syariah)>>Ada Dewan Pengawas Syariah

(Bank konvensional)>>Tak ada lembaga sejenis





Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah sering menjadi bahan pertanyaan dan selalu dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional. Untuk menjelaskan keduanya, tabel berikut membandingkan sistem bagi hasil dan sistem bunga.



SISTEM BUNGA
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank

SISTEM BAGI HASIL
Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi



SISTEM BUNGA
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

SISTEM BAGI HASIL
Besarnya rasio (nisbah) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

SISTEM BUNGA
Tidak tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik

SISTEM BAGI HASIL
Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan


SISTEM BUNGA
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam

SISTEM BAGI HASIL
Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil


SISTEM BUNGA
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

SISTEM BAGI HASIL
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak






2.4  Dewan Pengawas, Dewan Komisaris, dan Direksi
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, dan SK Dir BI Nomor 32/34/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999 Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, kepengurusan bank syariah terdiri dewan komisaris dan direksi, di samping itu bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional dan ditempatkan pada bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, dengan tugas yang diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah berfungi mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam melaksanakan fungsinya, Dewan Pengawas Syariah wajib mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional.
Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota dewan komisaris dan direksi. Di antara anggota dewan komisaris dan direksi bank, sekurang-kurangnya terdapat 1 (satu) orang anggota dewan komisaris dan 1 (satu) orang anggota direksi berkewarganegaraan Indonesia. Jumlah anggota dewan komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) orang. Anggota dewan komisaris memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan. Mayoritas anggota dewan komisaris dan direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk suami/istri, menantu, dan ipar dengan anggota dewan komisaris dan direksi lain.
Direksi bank sekurang-kurangnya berjumlah 3 (tiga) orang. Mayoritas dari anggota direksi wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sebagai pejabat eksekutif pada bank. Anggota direksi yang belum berpengalaman wajib mengikuti pelatihan perbankan syariah. Anggota direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Di antara naggota-anggota direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memiliki saham melibihi 25 % (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor pada perusahaan lain.

2.5  Kegiatan Usaha Bank Syariah
Prinsip Kegiatan Usaha
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha bank syariah adalah:
·         Hiwalah  
Akad pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal ‘alaih) dari ansabah lain (Muhal). Muhil meminta muhal ‘alaih untuk memebayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada muhal ’alaih. Muhal ‘alaih memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan piutang.
·         Ijarah
Akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir). Setelah masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada muaajir.
·         Ijarah Wa Iqtina
Akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan penyewa (Mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
·         Istishna
Akad jual beli barang (Mashnu’) antara pemesan (Mustashni’) dengan penerima pesanan (Shani). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak sebagai Shani dan penunjukan dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang (Mashnu’) maka hal ini disebut Istishna Paralel.
·         Kafalah
Akad pemberi jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain di mana pemberi jaminan (Kafiil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan (Makful).
·         Mudharabah
Akad antara pihak pemilik dana (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan. Pendapatan dan keuntungan tersebut dibagi berdasarkan rasio yang telah disepakati di awal akad. Berdasarkan kewenangan yang diberikan mudharib, mudharabah dibagi menjadi:
1.      Mudharabah Muthlaqah, yaitu mudharib diberi kekuasaan penuh untuk mengelola modal. Mudharib tidak dibatasi baik mengenai tempat, tujuan, maupun jenis usahanya
2.      Mudharabah Muqayyadah, yaitu shahibul maal menetapkan yarat tertantu yang harus dipatuhi mudharib baik mengenai tempt, tujuan maupun jenis usaha.
·         Murabahah
Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang diperlukan nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
·         Musyarakah
Akad kerja sama usaha patungan antara dua oihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan rasio yang telah disepakati.
·         Qardh
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada Muqtaridh. Pengembalian pinjaman dapat dilakukan secara angsuran ataupun sekaligus.
·         Al Qard ul Hasan
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
·         Al Rahn
Akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank (Murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
·         Salam
Akad jual beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli (Muslam) dengan penjual (Muslamilaih). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dan pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai Muslam dan pemesanan dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (Mulam fiih) maka hal ini disebut salam paralel.
·         Sharf
Akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
·         Ujr
Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
·         Wadiah
Akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang/uang. Wadiah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
1.      Wadi’ah Yad Amanah, yaitu pihak yang dititipi tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan harta titipan.
2.      Wadi’ah Yad Dhamanah, yaitu pihak yang dititipi bertanggung jawab penuh terhadap keutuhan harta titipan, sehingga pihak yang dititipi boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
·         Wakalah
Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (Muakkil) kepada penerima kuasa (Wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama pemberi kuasa.
Kegiatan Usaha
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi:
1.      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
·            giro berdasarkan prinsip wadi’ah
·            tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
·            deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, atau
·            bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
2.      Melakukan penyaluran dana melalui:
·            Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, dan jual beli lainnya
·            Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah, dan bagi hasil lainnya
·            Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh, membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah
·            Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah
3.      Memberikan jasa-jasa:
·            Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip wakalah
·            Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah
·            Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah
·            Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah
·            Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasbah lain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip ujr
·            Memberikan fasilitas letter of credit (LC) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah, serta memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip kafalah
·            Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr
·            Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah
4.      Melakukan kegiatan lain seperti:
·            Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf
·            Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
·            Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya
·            Bertindak sebagai dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun  yang berlaku
·            Bank dapat bertinda sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqat, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan)
5.      Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang dietujui oleh Dewan Syariah Nasional. Dalam hal bank akan melakukan kegiatan usaha yang belum difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional, bank wajib meminta persetujuan Dewan Syariah Nasional sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut

2.6  Badan Hukum dan Pendirian
Badan Hukum
Bentuk hukum suatu bank berdasarkan prinsip syariah dapat berupa:
·         Perseroan Terbatas
·         Koperasi, atau
·         Perusahaan Daerah
Modal
Modal disetor untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip syariah ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah). Modal disetor yang berasal dari warga negara asing dan/atau badan hukum setinggi-tingginya sebesar 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal disetor bank.
Pendirian
Bank berdasarkan prinsip syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan izin Direksi Bank Indonesia.
Pemberian izin kegiatan usaha dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank. Permohonan persetujuan ditujukan kepada Direksi Bank Indonesia dengan format dan wajib dilampiri dengan:
1.         Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar
2.         Data kepemilikan
3.         Daftar calon anggota dewan komisaris dan anggota direksi
4.         Rencana susunan organisasi
5.         Rencana kerja untuk tahun pertama
6.         Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari modal disetor minimum
7.         Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbadan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang berbadan hukum koperasi
8.         Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota
Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 360 (tiga ratus enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip dikeluarkan dan pihak yang mendapat persetujuan prinsip dilarang melakukan kegiatan usaha, sebelum mendapat izin usaha,
Tahap kedua adalah izin usaha,  yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha bank setelah persiapan dilakukan. Permohonan izin usaha ditujukan kepada Direksi Bank Indonesia dengan format dan wajib dilampiri dengan:
1.         Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang
2.         Data kepemilikan
3.         Daftar susunan dewan komisaris dan direksi
4.         Bukti pelunasan modala disetor minimum
5.         Bukti kesiapan operasional
6.         Surat pernyataan dari pemegang saham
7.         Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi anggota dewan komisaris
8.         Surat pernyataan tidak merangkap bagi anggota direksi
9.         Surat pernyataan dari anggota dewan komisaris bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga seuai ketentuan
10.      Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga seuai ketentuan
11.     Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa baik secara sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor pada perusahaan lain
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha diberiakan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.
Bank berdasarkan prinsip syariah yang telah mendapat izin usaha dari Diresi Bank Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal usaha dikeluarkan. Laporan pelaksanaan kegiatan usaha disampaikan oleh direksi bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal dimulainya kegiatan operasional sesuai dengan format yang telah ditentukan. Apabila setelah jangka waktu tersebut bank belum melakukan kegiatan usaha, Direksi Bank Indonesia membatalkan izin usaha yang telah dikeluarkan. Bank yang mendapat izin usaha wajib mencantumkan kata “Syariah” sesudah kata “Bank” pada penulisan namanya.

2.7  Kepemilikan Bank Syariah
Kepemilikan bank berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan. Modal sendiri bersih merupakan:
·         Penjumlahan dari modal tersebut, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, atau
·         Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank berdasarkan prinsip syariah dilarang:
·         Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank dan.atau pihak lain di Indonesia
·         Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari dan untuk tujuan pencucian uang (money loundering).

2.8  Bank Muamalat
Bank Muamalat melakukan operasi sesuai dengan prinsip syariah Islam, yaitu tepatnya tanggal 1 Mei 1992. Bank Muamalat memperoleh izin usaha atas dasar Keputusan Menteri Keuangan No. 430/KMK.013/1992 tanggal 24 April 1992.
Produk-produk Bank Muamalat
a)      Penyaluran Dana
1.         Pembiayaan atas dasar prinsip Murabahah
Pembiayaan ini ada kemiripan dengan kredit modal kerja yang diberikan oleh bank konvensional. Bank mengangkat nasabah yang melakukan pembelian barang atas nama bank sebagai agen. Bank menjual barang tersebur seharga harga beli ditambah dengan tingkat keuntungan tertentu untuk bank dan pembayarannya setelah jatuh tempo.
2.         Pembiayaan atas dasar prinsip Bai Bithaman Ajil
Bai Bithaman Ajil prinsipnya sama dengan Murabahah bedanya adalah pembayarannya dilakukan atas dasar angsuran.
3.         Pembiayaan atas dasar prinsip Mudharabah
Pembiayaan ini bertujuan membina kerja sama antara pihak yang memiliki modal dana tetapi tidak memiliki modal kewirausahaan dalam suatu bidang usaha (bank) dengan pihak yang kekurangan modal dana tetapi memiliki modal kewirausahaan (nasabah). Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sebelumnya, dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
4.         Pembiayaan atas dasar prinsip Musyarakah
Pembiayaan ini dilakukan oleh dua pemilik modal atau lebih untuk menjalankan suatu proyek. Proporsi pembagian laba tidak harus sebanding dengan modal, karena prinsipnya keahlian dan waktu juga menentukan. Kerugian ditanggung oleh masing-masing pihak sesuai dengan proporsi modal masing-masing.
5.         Pembiayaan atas dasar prinsip Qardh ul Hasan
Pembiayaan ini ditujukan untuk menolong calon peminjam yang sedang terdesak memerlukan dana untuk tujuan konsumtif maupun produktif. Dana berasal dari dana zakat, infaq, dan sedekah yang dititipkan oleh Bazis di Bank Muamalat sebelum didistribusikan ke Mustahiqqin. Bentuk perjanjiannya adalah pinjam-meminjam dalam bentuk barang/uang. Bank sebagai pemberi pinjaman tidak boleh meminta pembayaran lebih dari pokok pinjaman. Tetapi peminjam diperbolehkan memberikan imbalan sebagai tanda terima kasih atas dasar suka rela dan jumlahnya tidak boleh ditentukan sebelumnya. Pemberian imbalan hukumnya sunnah
b)      Penghimpunan Dana
1)         Deposito atas dasar prinsip Mudharabah
Kesepakatan awal dibuat bukan atas bungan melainkan atas proporsi bagi hasil atas pengembangan dana deposito bagi nasabah. Contoh: deposito Joko di Bank Muamalat Rp 1 juta dan jangka waktunya 1 tahun, proporsinya 60% untuk Joko dan Bank 40%, total dana deposito bank Rp 100 juta, keuntungan yang diperoleh dalam jangka waktu 1 tahun Rp 10 juta. Bagi hasil pada saat jatuh tempo adalah: 
2)         Tabungan atas dasar prinsip Mudharabah
Proporsi bagi hasil atas pengembangan saldo rata-rata dana tabungan deposito nasabah. Contoh: tabungan Acong dengan saldo rata-rata 1 tahun sebesar Rp 1 juta, proporsi 55% untuk Acong dan Bank 45%, total saldo rata-rata dana tabungan bank Rp 100 juta, keuntungan dalam jangka waktu satu tahun diperkirakan Rp 10 juta.
Perhitungannya: 
3)         Giro atas dasar prinsip Wadiah
Proporsi bagi hasil atau bonus atas pengembangan saldo rata-rata dan tabungan deposito nasabah. Contoh: tabungan Sitorus dengan saldo rata-rata 1 tahun sebesar Rp 1 juta, proporsi 20% untuk Sitorus, total saldo rata-rata dana giro bank Rp 100 juta, keuntungan dalam jangka waktu satu tahun  diperkirakan Rp 10 juta.
Perhitungannya: 
















BAB III
P E N U T U P
3.1  Kesimpulan
Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah juga terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank konvensional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Pendirian Bank Syariah dan mendapatkan izin usaha berdasarkan prinsip syariah harus mendapatkan izin dari Direksi Bank Indonesia. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat. Bank Muamalat hingga sekarang telah berusaha menjalankan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan usahanya. Selain Bank Umum Syariah juga terdapat Unit Usaha Syariah (UUS).
3.2  Saran
Bank Syariah yang menerapkan prinsip-prinsip syariah yaitu tanpa bunga. Diharapkan dapat berkembang di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, karena riba dalam Al Qur’an dan Al Hadist sudah jelas-jelas dilarang. Riba mewakili dalam sistem nilai Islam, suatu sumber utama keuntungan yang tidak diperbolehkan. Riba secara literal berarti peningkatan dan pertambahan. Secara teknis, riba berarti penambahan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. 

like this yahh